"Kalau dari segi budaya, judi itu budaya instan wealth without work, ingin kaya tanpa bekerja keras atau melihat proses kerja. Orang-orang menggantungkan harapan pada sesuatu yang tanpa perlu bekerja keras," kata dia melanjutkan.
Pria kelahiran Solo ini lantas menyebut saat ini juga ada istilah budaya kekinian. Yaitu, kecenderungan orang-orang yang mengutamakan hari ini, tanpa berpikir panjang ke depan.
Hal ini pula yang dirasa menjadi alasan mengapa orang-orang banyak yang terjerumus dalam perjudian. Menurutnya, ini adalah salah satu cara setan untuk mendorong orang-orang segera mengejar nafsu terhadap dunia.
"Orang yang berjudi itu tidak tahu betapa Allah murka kepada perjudian. Itu dosa besar," ucap Ustadz Wijayanto.
Untuk menumpas perjudian online ini, ia menyebut perlu kerja sama yang baik dan keinginan kuat dari pemangku kebijakan dan otoritas berwajib. Sebagaimana perbuatan dosa, hal ini bisa terjadi karena alasan internal atau niat dan eksternal atau kesempatan.
Tanpa peran dari pemerintah, ia menilai selamanya hal ini akan susah untuk diberantas. Ustadz Wijayanto pun mengkritik denda yang dikenakan kepada bandar judi yang cuma Rp 2 miliar, sementara keuntungan yang mereka dapat dalam satu hari mencapai Rp 200 miliar.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/infografis/ppatk-perputaran-judi-online-capai-rp-81_230904064658-795.jpg)