Senin 28 Aug 2023 22:15 WIB

Larangan Abaya Tuai Pro-Kontra di Prancis

Prancis larang penggunaan abaya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
 Larangan Abaya Tuai Pro-Kontra di Prancis. Foto:   Ilustrasi Islamofobia
Foto: Foto : MgRol_93
Larangan Abaya Tuai Pro-Kontra di Prancis. Foto: Ilustrasi Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Kalangan konservatif Prancis pada Senin (28/8/2023) memuji keputusan pemerintah yang melarang siswi Muslim mengenakan abaya di sekolah-sekolah negeri. Larangan ini menuai pro dan kontra di Prancis.

 Prancis telah menerapkan larangan ketat terhadap simbol-simbol agama di sekolah-sekolah negeri sejak undang-undang abad ke-19 menghapuskan pengaruh tradisional Katolik dari pendidikan publik. Prancis telah berjuang untuk memperbarui pedoman menghadapi minoritas Muslim yang semakin meningkat.  Bentuk sekularisme yang ketat, yang dikenal sebagai “laicite,” adalah topik yang sensitif, dan seringkali memicu ketegangan.

Baca Juga

  “Sekolah kami terus-menerus diuji, dan selama beberapa bulan terakhir, pelanggaran terhadap laicite telah meningkat pesat, khususnya (siswa) yang mengenakan pakaian keagamaan seperti abaya dan kameez,” kata Menteri Pendidikan, Gabriel Attal.

 Ketua partai konservatif Les Republicains, Eric Ciotti, dengan cepat menyambut baik larangan tersebut. Dia menekankan, kelompoknya telah berulang kali meminta larangan pemakaian abaya di sekolah. Namun Clementine Autain, anggota parlemen dari kelompok sayap kiri France Insoumise, mengkritik larangan pemakaian abaya. Menurut Autain, larangan ini adalah sebuah tindakan yang merupakan ciri dari penolakan obsesif terhadap umat Islam.

 Persatuan kepala sekolah SNPDEN-UNSA menyambut baik larangan abaya. Mereka mengatakan, hal yang terpenting adalah kejelasan. 

“Apa yang kami inginkan dari para menteri adalah; ya atau tidak? Kami puas karena keputusan telah diambil. Kami juga akan sangat senang jika keputusan tersebut adalah pengesahan abaya," ujar Sekretaris Nasional SNPDEN-UNSA, Didier Georges.

 “Kami khawatir dengan peningkatan besar dalam (jumlah siswa) yang mengenakan abaya. Dan kami percaya bahwa bukan peran kami untuk menengahi, tapi negara,” kata Georgers berbicara tentang kekhawatiran atas keamanan kepala sekolah.

Sophie Venetitay, dari serikat SNES-FSU, mengatakan, pentingnya fokus pada dialog dengan siswa dan keluarga untuk memastikan larangan tersebut tidak berarti anak-anak akan dikeluarkan dari sekolah negeri untuk bersekolah di sekolah agama. Dia menekankan bahwa kekurangan guru adalah masalah yang jauh lebih besar.

 “Dan yang pasti abaya bukanlah masalah utama bagi sekolah,” kata Venetitay kepada Reuters.

 Pada 2020, guru sejarah Samuel Paty dibunuh oleh seorang Islam radikal dalam serangan yang menyerang nilai-nilai sekuler negara dan peran yang dimiliki guru.  Pada 2004, Perancis melarang jilbab di sekolah-sekolah dan mengeluarkan larangan penggunaan cadar di depan umum pada 2010. Larangan ini membuat marah beberapa komunitas Muslim Prancis yang berjumlah lima juta orang.

 Kurang dari setahun yang lalu, Menteri Pendidikan saat itu Pap Ndiaye, memutuskan untuk tidak melangkah lebih jauh dan tidak secara khusus melarang abaya. Dia mengatakan kepada Senat bahwa abaya tidak mudah untuk didefinisikan.

"Secara hukum hal ini akan membawa kita ke pengadilan administratif, di mana kita akan kalah," ujar Ndiaye.

Wakil ketua Dewan Kepercayaan Muslim Perancis (CFCM), Abdallah Zekri mengatakan, keputusan melarang abaya di sekolah adalah salah arah. “Abaya bukanlah pakaian keagamaan, itu adalah salah satu jenis fesyen,” kata Zekri kepada BFM TV. 

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement