Jumat 25 Aug 2023 08:58 WIB

Majelis Dzikir Mendukung Perdamaian Papua dengan Doa

Doa memberi kekuatan spiritual warga Papua untuk menyelesaikan masalah.

Pimpinan Majelis Dzikir, Gus Deni Sagara memimpin acara Doa Kebangsaan: Cipasung Bersama Papua, Kamis (24/8/2023) malam.
Foto: istimewa/doc humas
Pimpinan Majelis Dzikir, Gus Deni Sagara memimpin acara Doa Kebangsaan: Cipasung Bersama Papua, Kamis (24/8/2023) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Papua membutuhkan banyak dukungan agar situasi damai bisa tercipta di sana. Salah satu bentuk dukungan adalah dengan berdoa bersama.

Hal ini disampaikan Gus Deni Sagara dalam acara Doa Kebangsaan: Cipasung Bersama Papua, Kamis (24/8/2023) dini hari. "Sesungguhnya, saudara di Papua membutuhkan banyak dukungan agar situasi di Papua kembali damai. Salah satunya melalui doa bersama,” kata pimpinan Majelis Dzikir Gus Deni Sagara, dalam siaran persnya.

Dalam acara itu, Gus Deni Sagara menyampaikan doa dan bertawasul untuk kedamaian bumi Papua. "Sebagai saudara setanah air, Papua saat ini tengah mengalami konflik. Kita semua di sini, warga Pesantren Cipasung, puluhan siswa Papua dan seluruh undangan, mendoakan dan berharap situasi di Papua damai," kata Gus Deni Sagara.

Tiga doa dipanjatkan masing-masing oleh Islam, Katolik, dan Protestan. Melalui doa bersama dan dzikir kebangsaan ini, diharapkan bisa memberikan kekuatan spiritual agar semua pihak terutama warga Papua, dapat menghadapi permasalahan dengan keyakinan yang kuat.

Selain doa bersama, dalam kegiatan itu juga diisi dengan berbagai musik dan tarian termasuk tari Yospan asal Papua dan tarian khas santri Cipasung. Ini dilakukan untuk membangun kedekatan antara tamu dan tuan rumah.

Berbagai hidangan, termasuk papeda kuah kuning yang menjadi makanan khas Papua tersaji menemani acara dzikir kebangsaan dan doa bersama lintas agama yang digelar majelis dzikir itu.

Lantunan shalawat, musik hadroh dan sambutan hangat santri pondok pesantren Cipasung terdengar saat rombongan pemuda Papua dari SMK Bakti Karya Parigi tiba.

Alfredo (18) siswa asal kabupaten Jayawijaya, menceritakan asal usul Wamena kepada para santri Ponpe Cipasung setelah doa bersama dan dzikir kebangsaan. Banyak yang baru tahu bahwa Wamena dalam bahasa Suku Dani berarti anak babi. Kisahnya terkait interaksi antara misionaris saat berjumpa pertama kali dengan warga lokal dan kalimat pertama yang disampaikan adalah Wamena atau anak babi.

Cerita yang disampaikan Alfredo, hanya satu dari banyak cerita yang disampaikan untuk membangun kedekatan para santri.

Tak hanya itu, Santri Cipasung juga menceritakan berbagai musik dan tarian ala Islam serta menceritakan peranan Cipasung dalam mendukung gerakan kebangsaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement