Rabu 23 Aug 2023 17:55 WIB

Media Sosial dan Maraknya Penistaan Ajaran Islam, Perhatikan Fatwa MUI Berikut Ini

Media sosial bisa menjadi sarana negatif yang merugikan Islam

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi media sosial. Media sosial bisa menjadi sarana negatif yang merugikan Islam
Foto: Pixabay
Ilustrasi media sosial. Media sosial bisa menjadi sarana negatif yang merugikan Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Lagi, media sosial di Indonesia dihebohkan dengan konten yang diduga menistakan agama Islam. Dalam akun TikTok milik @gondrong040681 terlihat seorang wanita berjilbab memakan daging babi dengan membaca Basmalah. 

Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, meminta masyarakat agar menggunakan media sosial dengan baik dan bijak. 

Baca Juga

"MUI telah mengeluarkan fatwa tentang penggunaan media sosial. Muslimin dan Muslimah sebaiknya membaca panduan bermedia sosial tersebut," ujar dia dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Rabu (23/8/2023).

MUI telah menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Dalam fatwa tersebut, dibuatlah sebuah panduan bagi umat Islam dalam bermuamalah (beraktivitas) di dunia maya. 

Kehadiran fatwa tersebut sangat bermanfaat bagi Muslim, utamanya dalam hal panduan menyikapi derasnya informasi di era digital saat ini. Terlebih, kini berbagai hal bisa dengan mudah viral dan diperlukan panduan untuk menyikapinya. 

Dalam fatwa tersebut, ada beberapa poin penting yang harus dipahami oleh umat Islam. Salah satunya, terkait panduan bermedia sosial yang tertulis dalam Alquran dan hadits. 

Salah satunya adalah firman dari Allah SWT yang memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh sebuah informasi. Dalam QS Al-Hujurat ayat 6 disebutkan: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu,"

Selain itu, ada juga hadits Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya bertutur kata yang baik, yang mana menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah SWT.  Hadits dari Abu Hurairah ra ini berbunyi, 

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصْمُت "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Di fatwa tersebut, MUI lantas menuliskan beberapa hal yang diharamkan ketika menggunakan media sosial. Di antaranya adalah melakukan ghibah, fitnah, namimah, serta penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan. 

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

Umat Muslim juga dilarang menyebarkan hoaks, pornografi, kemaksiatan, maupun segala hal yang terlarang secara syar’i. 

Haram baginya menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram. 

Selain itu, diharamkan pula memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi negatif serta mencari-carinya. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, tujuan menyembunyikan kebenaran, serta menipu khalayak juga haram hukumnya. 

Umat Islam haram menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik. Haram juga melakukan aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi. 

Demikian juga hal ini berlaku bagi orang yang menyuruh, mendukung, membantu, maupun memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasi para buzzer. 

Di sisi lain, dalam bermuamalah di media sosial setiap Muslim wajib meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan, serta mempererat ukhuwwah. Umat Islam diharap dapat memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement