Jumat 21 Apr 2023 18:32 WIB

Khutbah Idul Fitri Prof KH Asrorun Niam: 3 Buah Ramadhan dan Jalan Menuju Takwa

Idul Fitri adalah momentum meneruskan kebaikan selama Ramadhan

Suasana sholat Idul Fitri (ilustrasi). Idul Fitri adalah momentum meneruskan kebaikan selama Ramadhan
Foto:

Allahu Akbar 3x, Hadirin, Jamaah Sholat Id, rahimakumullah

Puasa Sebagai Perisai: Pendekatan Wiqai (Preventif)

Puasa yang telah kita laksanakan dengan motivasi keimanan, berfungsi sebagai perisai atau  benteng dari nafsu yang terus mengajak kepada keburukan.

Puasa menjadi benteng untuk tidak mudah terprovokasi, tidak mudah terpancing pada permusuhan antar sesama, sekalipun kita diprovokasi dan dizalimi. Puasa Ramadhan berfungsi sebagai mekanisme preventif dalam diri kita. Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ 

“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (HR Bukhari dan Muslim).

Puasa yang disimbolisasi sebagai benteng atau perisai, merupakan mekanisme pencegahan (wiqayah/preventif) dari hal-hal yang bisa menggelincirkan kita kepada kemaksiatan dan dosa.

Puasa sebagai sebagai جُنَّة (perisai), menjadi pelindung yang akan melindungi saat di dunia dan juga di akhirat. Benteng di dunia dari perbuatan maksiat dan dosa, benteng di akherat dari bara api neraka. 

Puasa mengantarkan kita pada pribadi yang mampu menjaga lisan, tidak berkata kotor, dan tidak mudah tersulut emosi. Ketika kita diprovokasi dan diajak bertengkar, maka puasa menjadi mekanisme preventifnya, memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri.

Kita tidak boleh membalas orang yang menganiaya diri kita dengan balasan serupa, sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina diri kita maka hendaklah kita mengatakan, “saya sedang berpuasa.”. Sekeras apapun provokasi dan godaan, jika tidak dilayani dan dituruti, maka ia ibarat bertepuk sebelah tangan, tak akan menghasilkan suara.

Di kesempatan lain, Rasulullah saw juga menyarankan bagi para pemuda yang karena kondisinya belum bertemu jodoh, untuk berpuasa. Karena puasa dapat berfungsi sebagai wija’, benteng yang bisa menyelamatkan dari kemaksiatan akibat dorongan syahwat. Sebagaimana sabdanya:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Dengan kesuksesan puasa, maka benteng pertahanan diri akan kokoh, sehingga kita akan dengan mudah melakukan kebaikan dan memaafkan antar sesama. Tujuan akhir berpuasa adalah terbentuknya pribadi yang muttaqin.

Dan salah satu indikator tercapainya pribadi yang takwa adalah kemampuan kita untuk memberi maaf antarsesama serta membebaskan tanggungan orang lain. Sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Baqarah ayat 237:

وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

“Dan pembebasanmu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.”

Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem

Keutamaan memberi maaf ini juga ditegaskan oleh baginda Rasulullah saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hurairah RA: 

“ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ رواه مسلم

"Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)." (HR Muslim).

Kesuksesan kita dalam menjalankan puasa, akan diuji hari ini, pasca Puasa Ramadhan. Salah satunya adalah komitmen untuk meminta maaf meski tidak bersalah, dan komitmen untuk memberikan maaf  meski tidak meminta.

خُذِ ٱلعَفوَ وَأمُر بِٱلعُرفِ وَأَعرِض عَنِ ٱلجَٰهِلِينَ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS Al Araf ayat 199).

Ayat ini singkat namun mengandung arti yang sangat luas. Ayat ini memerintahkan kita kepada tiga hal yaitu pertama, kalimat خذ العفو (maafkanlah) memerintahkan kita untuk memberi maaf kepada orang yang bersalah, menyambung tali silaturrahmi kepada saudara yang mememutuskannya, memperbaiki hubungan dengan orang lain, memaafkan orang yang menyakiti kita dan lain sebagainya. Kalimat ini mengandung segala bentuk memaafkan dan bersabar terhadap orang lain.

Kedua, kalimat وَأمُر بِٱلعُرفِ (perintahkan orang mengerjakan yang ma´ruf);  memerintahkan kita untuk menyeru kepada segala hal yang dianggap baik dalam syariat, baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan ketiga, kalimat وَأَعرِض عَنِ ٱلجَٰهِلِينَ (berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh); memerintahkan kita untuk bersabar dan berpaling dari orang-orang bodoh, tidak berdebat dengan mereka karena kebodohannya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement