REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan ibu negara, Jill Biden, mengucapkan selamat menjalankan puasa Ramadan atau "Ramadan Kareem" kepada umat Islam di seluruh dunia.
Dia juga mengungkapkan solidaritas dengan Muslim Uighur, Rohingya dan komunitas Muslim lainnya, yang tengah menghadapi musibah.
"Hari ini, Jill dan saya menyampaikan harapan terbaik kami kepada komunitas Muslim di seluruh negeri dan di seluruh dunia," kata Biden dalam sebuah pernyataan dikutip di TRT World, Kamis (23/3/2023).
Presiden Biden juga mengatakan Amerika Serikat menegaskan kembali dukungannya, kepada komunitas Muslim yang menderita kesulitan dan kehancuran.
Pihaknya disebut akan terus mendukung orang-orang Turki dan Suriah, yang telah kehilangan banyak orang yang dicintai selama gempa bumi dahsyat baru-baru ini.
Amerika Serikat pun bersama orang-orang Pakistan, yang membangun kembali kehidupan mereka setelah banjir musim panas lalu.
"Kepada rekan-rekan Amerika saya yang menjalani Ramadhan dan kepada Muslim di seluruh dunia, Ramadhan Kareem. Kami berharap Ramadhan Anda diberkati dan damai," ucap dia.
Jutaan Muslim di seluruh dunia menyambut bulan suci Ramadhan pada Rabu (22/3/2023) malam. Ibadah puasa, yang dilakukan dari fajar hingga senja selama Ramadhan, adalah salah satu dari Lima Rukun Islam. Ini adalah waktu untuk refleksi diri dan peningkatan pengabdian agama.
Tidak berhenti di aitu, Biden juga menyatakan solidaritas dengan minoritas Uighur China dalam pesannya. Di momen Ramadhan ini, ia menyebut ingat akan hak asasi manusia universal dalam praktik, berdoa dan menyebarkan keyakinan secara damai dan terbuka.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
"Dan bersama dengan mitra kami, Amerika Serikat berdiri dalam solidaritas dengan Muslim yang terus menghadapi penindasan, termasuk Uighur di Republik Rakyat Tiongkok, Rohingya di Burma [Myanmar] dan komunitas Muslim lainnya menghadapi penganiayaan di seluruh dunia," lanjut Biden.
Sorotan Biden terhadap Muslim Uighur terjadi pada saat ketegangan yang kuat antara Washington dan Beijing. Menurut kelompok HAM, warga Uighur menjadi sasaran penahanan massal di kamp kerja paksa dan dilarang mengekspresikan budaya mereka.
China menolak tuduhan semacam itu. Beijing mengatakan etnis minoritas tidak ditekan dan tindakan keamanan apa pun di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang barat laut dilakukan untuk menanggapi ancaman terorisme.
Sumber: trtworld