Kamis 16 Mar 2023 20:33 WIB

Said Aqil, Pajak, dan Tradisi NU : Cerita di Balik Layar

Kritik Kiai Said terkait pajak merujuk pada keputusan NU

Ketua Dewan Pembina Islam Nusantara Foundation (INF) KH Said Aqil Sirodj. Kritik Kiai Said terkait pajak merujuk pada keputusan NU
Foto:

Oleh : M Halim Pohan, Bendahara Umum Islam Nusantara Foundation (INF) dan Dewan Pembina Jejaring Dunia Santri (JDS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- KH Said Aqil Sirodj adalah pribadi yang khas pantura Cirebon. Nada bicaranya cepat, dan kadang meledak seperti dinamit. Walau tetap berbungkus santun dan tenang, namun sesuai tradisi pesantren dan NU, akan bersikap apa adanya sesuai kaidah fikih.

NU dan pesantren adalah fikih. Namun NU dan pesantren adalah tasawuf. Corak fikih akan selalu jelas dan terang, sedangkan langgam tasawuf selalu bijak dan tenang. Keduanya bisa berpadu, sesuai situasi dan kondisi.

Baca Juga

Pada sisi lain, seorang kiai akan terikat oleh nilai-nilai kekiaian. Kiai bukan sekadar sebutan, ia sudah menjadi lembaga. Kiai adalah lembaga pelindung, pembimbing, dan juga sekaligus penyuara umatnya.

Dalam sejarah Jawa, kita mengenal beragam model kiai. Ada Kiai Mojo yang menjadi tokoh spiritual di belakang Pangeran Diponegoro. Ada Kiai Kasan Besari yang menjadi guru para tokoh.

Ada Allahyarham Hadratus Syaikh Mbah Hasyim Asy’ari yang kokoh menghadapi keganasan Jepang dan berada di balik kisah 10 November 1945 melalui Fatwa Jihadnya. Ada Syaikhona Kholil Bangkalan yang menjadi guru para pendiri NU. Ada Waliyullah Gus Dur yang gayeng namun kokoh membela pluralitas.

Ada kiai cendekia seperti KH Wahid Hasyim. Dan begitu banyak para guru kita para kiai yang rendah hati dan memilih berada di balik layar seperti KH Mahrus Ali, KH Ali Maksum, maupun KH A M  Sahal Mahfudz. Tentu masih banyak lagi yang lainnya dengan kisah (perjuangan) heroik, penuh kedalaman hikmah dan (semata) berhikmat untuk bangsa, masyarakat dan jam’iyah (warga NU). 

Baru-baru ini, mantan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj telah membuat geger publik karena pernyataannya soal ‘boikot pajak’. Hal ini terkait kasus anak seorang pegawai pajak yang menganiaya seorang remaja dengan begitu kejam hingga korbannya masih koma sampai saat ini.

Peristiwa ini merembet ke ayah pelaku, gaya hidup keluarganya, dan seterusnya. Akhirnya terungkap pegawai eselon tiga Ditjen Pajak itu memiliki kekayaan yang luar biasa. Dari situ terus melebar ke harta kekayaan para pejabat kementerian keuangan yang juga tajir melintir.

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Dari situ, publik terlongong-longong. Di tengah beban hidup yang kian berat, semua itu menimbulkan suasana kebatinan ihwal ketidakadilan. Rakyat dikejar-kejar pajak, tapi pemimpinnya pesta harta dengan gaya hidup main moge, main pesawat, dan kejam pada sesama.

Boikot Pajak Ala NU

Geger itu terjadi usai Buya Said Aqil Sirodj menjenguk David, korban penganiayaan anak seorang pejabat Ditjen Pajak, pada Selasa, 28 Februari 2023, di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. David adalah anak seorang pengurus PP GP Ansor.

Kepada wartawan, Buya Said menyampaikan ihwal keputusan Munas Alim-Ulama NU di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, pada 2012. Gelaran Munas – Konbes dilaksanakan di desa Kempek, sebuah desa kecil di Kabupaten Cirebon yang mungkin masih banyak kekurangan fasilitas di sana sini, tanpa menghalangi tekad para ulama, para kiai untuk merumuskan dan melahirkan gagasan-gagasan besar seperti Munas–Konbes sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement