REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Nahdatul Ulama (NU) pada 2012 merangkum hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar tentang masalah-masalah terkini saat itu.
Hal itu termasuk hukum pajak, hukum koruptor dan penilaian pada sejumlah Undang-Undang. Kasus Mario Dandy Satrio membangkitkan kembali perbincangan terkait hukum pajak dalam Islam yang tertera pada hasil Munas tersebut.
Mario merupakan putra dari Rafael Alun Trisambodo, pejabat eselon III dengan jabatan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Jakarta Selatan.
Harta kekayaan Rafael yang fantastis diduga berasal dari dana-dana yang tidak seharusnya tersalurkan. Kemudian ditambah gaya hidup hedon dan pamer oknum pejabat pajak lainnya.
Kasus ini pun membuat masyarakat jadi enggan membayar pajak. Sebab khawatir bahwa uang pajak digunakan untuk membiayai kemewahan para petinggi pejabat pajaknya.
Merujuk pada hasil musyawarah Munas NU 2012, menegaskan bahwa pajak bersifat wajib dibayarkan dengan tujuan untuk kemaslahatan sebagaimana diperintahkan dalam Alquran. Harta pajak yang dikumpulkan merupakan milik rakyat yang diamanatkan kepada pemerintah.
"Sebagai pemegang amanah, pemerintah wajib mengelola pajak secara profesional, transparan dan akuntabel serta menggunakannya untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat," tulis hasil Munas tentang pajak dalam perspektif Islam, seperti dikutip pada Kamis (2/3/2023) dari buku "Hasil Keputusan: Munas Alim Ulama dan Konbes NU. Ponpes Pesantren Kempek. Palimanan Cirebon: 14-17 September 2012."
Kendati demikian, NU menilik pengelolaan pajak yang belum optimal kala itu. Menurut keputusan Munas tersebut, pajak yang seharusnya untuk rakyat justru beralih menjadi sarana atau media untuk memperkaya oknum-oknum tertentu.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
"Dalam kenyataannya, pemerintah RI belum optimal dalam mengelola pajak secara profesional, transparan dan akuntabel, sehingga banyak terjadi penyimpangan dalam pemungutan, pengelolaan dan pemanfaatan dana pajak," tulis hasil Munas tersebut.
"Pajak yang seharusnya untuk kemaslahatan rakyat, beralih menjadi sarana/media memperkaya oknum-oknum tertentu," tambah hasil Munas pada poin ke-3 tentang pajak dalam perspektif Islam.
Munas tersebut mengatakan, bahwa Islam tegas tidak pilih kasih jika terjadi kejahatan perpajakan, yang dalam hal ini terbukti terjadi penyelewengan pajak.
"Penegakan hukum wajib dilakukan tanpa tebang pilih baik terhadap aparat perpajakan maupun terhadap wajib pajaknya yang melakukan kejahatan perpajakan," tulis hasil Munas NU.