Senin 13 Feb 2023 04:36 WIB

Kilas Balik Seratus Tahun NU

Upaya menjaga bangunan keindonesiaan oleh NU dimulai sejak zaman kemerdekaan.

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara Resepsi Satu Abad Nahdlatul Ulama di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023). Presiden bersama Wakil Presiden dan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju menghadiri acara Resepsi Puncak Satu Abad NU sekaligus meresmikan dan membuka kegiatan tersebut. Acara resepsi tersebut berlangsung selama 24 jam dengan diisi beragam kegiatan seperti membaca shalawat dan shalat qiyamul lail, karnaval kebudayaan nusantara, bazar UMKM, dan panggung hiburan rakyat yang akan diisi oleh sejumlah band dan musisi seperti Slank, Rhoma Irama dan Maher Zain.
Foto:

Rekomendasi yang dilahirkan forum tersebut kemudian dibacakan oleh Mustasyar PBNU K.H. Ahmad Mustofa Bisribersama Yenny Wahid, putri almarhum K.H. Abdurrahman Wahid,di sela Puncak Resepsi Satu Abad NU di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, 7 Februari 2023.

Secara tegas, isi dari rekomendasi tersebut menolak kehadiran negara khilafah yang justru kerap memicu konflik. Pertama, umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus diganti dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Hasil muktamar yang diinisiasi NU itu berpandangan bahwa cita-cita mendirikan kembali negara khilafah yang dianggap dapat menyatukan kembali umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-Muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebuah aspirasi.

Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan pokok agama yang tergambar dalam lima prinsip, yakni menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.

Usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah nyatanya bertabrakan dengan tujuan pokok agama tersebut. Karena secara fakta usaha semacam ini menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.

Lebih dari itu, jika akhirnya berhasil, usaha-usaha ini bakal menyebabkan runtuhnya sistem negara serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia.

Sejarah menunjukkan kekacauan akan perang pada akhirnya selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

Atas pernyataan berdasarkan fakta tersebut, para ulama yang tergabung dalam forum Mukhtamar Internasional mengatakan bahwa untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia, baik muslim ataupun non-muslim serta mengakui adanya persaudaraan antaranak cucu adam.

Persoalan konflik antarumat manusia maupun negara sebetulnya sudah diatur dalam piagam PBB. Namun para ulama mengakui kalau piagam PBB juga masih mengandung masalah hingga saat ini.

Meski demikian piagam PBB yang dimaksudkan sejak awal sebagai upaya mengakhiri perang, karena itu piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru guna menegakkan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

Daripada bercita-cita memadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal, NU memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, yaitu mengembangkan wacana baru tentang fikih.

 

Wacana itu itu adalah fikih yang dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan antarmanusia, budaya, dan bangsa-bangsa. Selain itu juga mendukung tatanan dunia yang adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan hak-hak yang setara dan martabat setiap manusia. Visi seperti inilah yang diyakini NU justru mampu mewujudkan tujuan kokoh syariah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement