Selasa 17 Jan 2023 14:23 WIB

Al-Hikam: Jangan Meminta yang Tidak Seharusnya Kepada Allah

Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Erdy Nasrul
Warga berdoa kepada Allah usai melaksanakan shalat meminta hujan (istisqa) di area ujung landasan pesawat Poin A Desa Ampeh, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, Aceh, Jumat (13/1/2023). Shalat istisqa tersebut untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan hujan di lahan pertanian mereka yang sudah ditanami padi berumur 90-120 hari mengalami retak-retak akibat kekeringan dampak belum berfungsinya bendungan irigasi Krueng Pase, Aceh Utara.
Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Warga berdoa kepada Allah usai melaksanakan shalat meminta hujan (istisqa) di area ujung landasan pesawat Poin A Desa Ampeh, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, Aceh, Jumat (13/1/2023). Shalat istisqa tersebut untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan hujan di lahan pertanian mereka yang sudah ditanami padi berumur 90-120 hari mengalami retak-retak akibat kekeringan dampak belum berfungsinya bendungan irigasi Krueng Pase, Aceh Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia tidak disarankan meminta dan memaksa kepada Allah SWT agar dikeluarkan dari situasi atau keadaan tertentu ke situasi atau keadaan yang lain. Karena Allah SWT sudah memberikan kepada manusia situasi atau keadaan yang terbaik bagi manusia tersebut.

"Janganlah kamu meminta kepada Allah SWT untuk dikeluarkan dari suatu keadaan dan ditempatkan dalam keadaan lainnya. Jika Allah SWT menginginkannya maka Dia akan menempatkan kamu tanpa harus mengeluarkan kamu." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam)

Janganlah kamu meminta kepada Allah SWT agar dikeluarkan dari suatu keadaan yang sebenarnya tidak dilarang dalam syara' menuju keadaan yang lebih baik.

Misalnya dalam tasawuf kita mengenal beberapa tingkatan dalam usaha menuju maqam tertinggi. Dimulai dari sabar, syukur, taubat, tawakkal, dan lain sebagainya. Jika kamu berada di maqam sabar maka janganlah meminta untuk dikeluarkan dari sifat sabar dan menduduki sifat syukur.

Jika kamu menginginkan maka kamu tidak harus meninggalkan sifat sebelumnya. Antara sabar dan syukur itu bisa digabungkan, dan keduanya sama sekali tidak kontradiksi.

Allah SWT mampu menempatkan kamu di kedua posisi tersebut, tanpa ada masalah sedikit pun. Bahkan, Dia bisa menempatkan kamu di semua posisi tersebut tanpa harus meninggalkan salah satunya.

Keadaan yang baik harus disyukuri. Janganlah meminta sesuatu yang lebih tinggi dengan meninggalkan keadaan yang sekarang kamu jalani. Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.

Terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustaz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah. Ia menceritakan sebuah hikayat, ada orang sholeh yang biasa bekerja dan beribadah.

Orang sholeh itu mengatakan, "Seandainya aku mendapatkan dua potong roti setiap hari maka aku tidak perlu bekerja dan bisa terus beribadah."

Tiba-tiba orang sholeh itu dituduh dan masuk penjara. Setiap hari di penjara ia menerima dua potong roti. Namun, lama kelamaan ia menderita di dalam penjara. Ia berpikir mengapa sampai terjadi takdir seperti ini.

Tiba-tiba orang sholeh itu teringat, ia pernah meminta dua potong roti setiap hari tapi tidak meminta selamat. Maka Allah memberikan sesuai permintaannya. Setelah itu, ia meminta ampun dan membaca istighfar. Seketika itu juga pintu penjara terbuka dan ia dilepaskan dari penjara.

Pelajar dari kisah ini, Allah SWT telah memenuhi segala kebutuhan manusia. Maka manusia tidak perlu khawatir terhadap pemberian dari Allah, meskipun bentuknya penderitaan atau musibah secara lahiriah. Sebab hakikatnya nikmat besar bagi orang yang mengetahui hakikatnya. Sebab tidak ada sesuatu yang tidak terbit dari rahmat, karunia dan hikmah Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement