Jumat 06 Jan 2023 11:43 WIB

Kiaiku, Kakek Anak-Anakku: Sekilas Pandang Sosok dan Kiprah KH A Wahab Muhsin

KH A Wahab Muhsin aktif berkhidmah untuk lembaga pendidikan dan umat

Pesantren Sukahideng Tasikmalaya, di bawah asuhan almarhum KH A Wahab Muhsin
Foto:

Oleh : Prof Syihabuddin, guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Santri Sukahideng 1969

2. Assirâjul Wahhâj fil-Isrâ wal-Mi’râj

Nadhaman ini berjudul Assirâjul Wahhâj fil-Isrâ wal-Mi’râj artinya Lampu yang bercahaya tentang Isra wal Mi’raj, berisi tentang peristiwa Isra wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari Baitullah ke Baitul Maqdis hingga Sidratul Muntaha dan turunnya perintah sholat lima waktu.

Nadhaman ini berisis 188 bait selesai ditulis pada 13 Jumadil-akhir 1404/ 16 Maret 1984. Biasanya nadhaman ini dibaca santri Sukahideng bertepatan tanggal 27 Rajab, sebagai peringatan Peristiwa Isra wal Mi’raj.

3. Ageman Kataohidan

Buku ini disusun dengan tujuan untuk memperkuat tauhid warga NU khususnya di daerah Tasikmalaya dan selesai ditulis 13 Janauari 1984. Buku ini terdi atas 133 bait nadhaman. Nadhaman menerangkan tema arti laa ilaaha illallah, ziarah ke kubur, hukum tawasul, dalil-dalil adanya Allah SWT, Nabi Muhammad SAW utusan Allah SWT, serta iman kepada para rasul selain Nabi Muhammaad SAW. 

4. Syu’abul Iman (Cabang-Cabang Iman) 

Nadhaman ini merupakan hasil terjemahan  dari nadham Syu’abul Iman karya dari Syekh an-Nawawi al-Bantani. KH A Wahab Muhsin menterjemahkannya kedalam bahasa Sunda dan juga memberikan penjelasan-penjelasan yang ringkas dalam bentuk nadhaman.

Beliau mengalihbahasakannya  pada 8 Juli 1964. Isi dari nadhoman sunda Syu’abul Iman ini terdiri dari 77 cabang iman yang didalamnya membahas mengenai rukun iman, rukun Islam, alam akhirat, akhlak/tatakrama dan lain-lain

Kiprah

Di samping kesibukannya di pesantren, abah berkecimpung langsung dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti sebagai Ketua MUI Kab Tasikmalaya, Rois Syuriyah NU, sebagai mubaligh dan sebagai anggota masyarakat itu sendiri. Abah memimpin MUI hanya satu periode yakni dari tahun 1988–1993 tetapi masa yang cukup singkat ini diisi dengan aktivitas yang cukup banyak dan monumental. 

MUI Tasikmalaya di masa kepimpinannya sangat memperhatikan netralitas hubungannya dengan pemerintah. Netralitas disini ialah bahwa MUI Tasikmalaya bukanlah alat yang diperuntukkan untuk melegitimasi kekuasaan pemerintah.

MUI dalam mengeluarkan fatwa harus menjunjung tinggi asas kebenaran yang bersumber dari Alquran, hadits, dan pendapat ulama. Contoh Kasus yang sangat monumental kala itu adalah masalah KB (Keluarga Berencana) 

Andil abah sewktu menjadi ketua MUI sangat besar, yaitu  ketika mengubah dua gedung film yang berada di depan Masjid Agung Tasikmalaya menjadi Gedung Dakwah Islamiyah. Perubahan fungsi Gedung ini bukanlah pekerjaan yang ringan, tetapi perlu konsep yang matang, jumlah dana yang cukup banyak, juga mengubah kultur masyarakat yang sudah terbiasa berpuluh-puluh tahun menikmati hiburan di kedua gedung itu. 

Dalam organisasi Nahdlatul Ulama abah pernah menjadi Rois Syuriah NU cabang Tasikmalaya sewaktu bapak Drs H Hidayat ketua Tanfidziyahnya, dengan sekretariat di Jl Dr Soekarjo Tasikmalaya, tempat saya sekolah PGAPNU pada 1965-1968. Pada 70-an di tempat ini para aktivis NU mendirikan Yayasan Galunggung dengan mendirikan SMA dan STH (Sekolah Tinggi Hukum) Galunggung.

Lama kelamaan Yayasan ini berkembang pesat sehingga kegiatannya memenuhi ruangan-ruangan sekretariat, maka muncullah keinginan sebagian warga NU untuk memperjelas status Sekretariat NU itu. Masalah ini sangat sensitif sekali.

Agar permaslahan ini bisa terselesaikan secara legal formal, maka  abah sebagai Rois Syuriyah NU bersama ketua Tanfidziyyah NU (Bapak Drs H Hidayat) membawa permaslahan ini ke konferensi Cabang NU. 

Menjelang  1970 abah diundang untuk mengikuti dialog dengan tokoh Persis dari Bandung, dialog tentang masalah khilafiyah furu’iyah. Pada awalnya abah tidak bersedia menghadirinya, tetapi desakan warga NU agar abah berpartisipasi pada acara itu sangat kuat sekali.

Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya 

Akhirnya beliau hadir juga. Perstiwa ini lepas dari pemberitaan, hanya ada informasi bahwa abah hanya membawa dua jilid kitab Subûlus Salâm, sedangkan tokoh dari Bandung membawa kitab satu jip. 

Waktu kejadian itu saya masih kecil, sehingga informasinya tidak begitu lengkap. Dialog itu berjalan dengan lancar. Tampaknya tokoh Persis itu terkesan oleh keilmuan abah, sehingga mengirim anaknya untuk nyantri di Sukahideng dan sekolah di PGAN Sukamanah.

Setelah peristiwa itu, publik semakin mengetahui sikap moderasi abah dalam beragama, maka pengajian bulanan alumni di Sukahideng dan pengajian MUI di Tasikmalaya banyak diikuti bukan hanya warga NU saja melainkan juga umat Islam pada umumnya.    

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement