REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof Suyitno, menyatakan sosialisasi moderasi beragama selain melalui buku juga melalui media sosial.
Dia menyebut media sosial hari ini dalam beberapa riset terakhir, paling banyak dan massif digunakan publik mengkampanyekan hal-hal positif mulai dari persoalan pendidikan, perdagangan, wisata, dan sebagainya.
“Hampir tidak ada satu pun bidang hari ini yang promote-nya tidak menggunakan media sosial. Hampir semua bidang, mulai yang positif sampai yang negatif,” kata dia, dalam Peluncuran dan Diseminasi Buku Moderasi Beragama Bahasa Asing di Pelataran Candi Sewu, Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kec Prambanan, Kab Klaten, Jawa Tengah, Ahad (18/12/2022).
Media sosial, lanjutnya, ibarat dua mata pisau, ada sisi positif yang harus digunakan karena sangat efektif, tapi tidak jarang digunakan kelompok yang anti mainstream untuk kepentingan negatif, termasuk digunakan untuk kepentingan isu-isu intoleransi, radikalisme, dan sejenisnya.
Dia menjelaskan tugas kita dan Kementerian Agama sangat concern di bidang ini, sudah saatnya melakukan counter issue, promote, dengan berbagai cara. Baik dalam bentuk artikel, komik, cerita, buku, apapun produk itu.
“Sudah saatnya kita hadirkan ke media sosial yang jumlah penduduk media sosial jauh lebih responsif, lebih kritis, dibanding penduduk dunia nyata,” ujar dia.
Karenanya, sambung Suyitno, Kemenag memandang perlu terus menerus hadir di dunia maya, terus mengisi sekian banyak layanan di media sosial dalam rangka mengimbangi.
Dia mengajak semua pihak memiliki komitmen yang sama, tiada pilihan lain kecuali meng-counter issue-issue yang berseliweran di dunia maya dan baik sengaja atau tidak sering kita menemukan konten yang negatif.
“Sebelum itu terlambat, maka kita haru berkomitmen bersama, supaya hal itu tidak terjadi di Indonesia yang kita cintai,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI, M Arfi Hatim, menyampaikan, moderasi beragama merupakan kunci bagi terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun international atau global.
Ada berbagai cara dan media untuk penguatan moderasi beragama, baik secara internal maupun eksternal.
“Salah satunya kegiatan hari ini yang merupakan penguatan moderasi beragama melalui ‘Peluncuran dan Diseminasi Buku Moderasi Beragama Bahasa Asing’ yang telah diterjamahkan sebagai panduan kebijakan mengarusutamakan cara beragama yang moderat,” kata Arfi.
“Serta menjadi bagian dari strategi dalam mempromosikan moderasi beragama baik di tingkat nasional maupun internasional,” imbuhnya
Arfi Hatim berharap, penerjemahan empat buku ke dalam bahasa asing (Jerman, Prancis, Belanda, dan Jepang) ini tidak hanya sampai pada tahap penerjemahannya belaka.
“Tapi yang paling urgen dan subtansial adalah bagaimana buku-buku tersebut yang telah diterjemahkan mendapatkan masukan atau perbandingan terhadap religious moderation dari masing-masing agama,” katanya.
Menurut dia, langkah tidak terhenti pada menerjemahkan, tidak selesai sampai disitu, tapi ada beberapa tahapan kegiatan-kegiatan selanjutnya agar buku ini dimana Indonesia sebagai salah satu negara teladan bagi dunia yang mampu mengelola kemajemukan.