Kamis 08 Dec 2022 23:36 WIB

Lukman Hakim Saifuddin: Moderasi Beragama Proses yang Tak Bertepi

Lukman Hakim Saifuddin menekankan pentingnya moderasi beragama

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Mantan Menteri Agama RI, Lukman Haim Saifuddin dalam acara bedah buku Moderasi Beragama: Tanggapan Atas Malasah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cuputat, Tangerang Selatan, Senin (5/12/2022).
Foto: Republika/Muhyiddin
Mantan Menteri Agama RI, Lukman Haim Saifuddin dalam acara bedah buku Moderasi Beragama: Tanggapan Atas Malasah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cuputat, Tangerang Selatan, Senin (5/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Menteri Agama RI sekaligus penggagas moderasi beragama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan moderasi beragama merupakan gerakan penyadaran yang tidak ada akhirnya. 

Menurut dia, moderasi beragama digagas lantaran adanya masyarakat yang berlebih-lebihan dalam beragama.

Baca Juga

“Saya mengatakan ini adalah gerakan penyadaran. Jadi moderasi beragama itu adalah gerakan yang never ending proses, yang tidak ada akhirannya, yang tidak berkesudahan,” ujar Lukman ditemui dalam acara bedah buku Moderasi Beragama: Tanggapan Atas Malasah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa beragama itu sendiri berbeda dengan agama. Menurut dia, agama sudah pasti benarnya. Sedangkan beragama merupakan proses yang terus diikhtiarkan agar tidak berlebih-lebihan.

“Tapi beragama, cara kita memahami dan mengamalkan ajaran agama itu adalah proses yang terus diikhtiarkan agar tidak berlebih-lebihan, agar tidak melampaui batas. Yang intinya adalah jangan sampai mengingkari atau menyimpangi inti pokok ajaran agama itu sendiri,” ucap dia dalam keterangannya, Kamis (8/12/2022).

Karena itu, menurut dia, moderasi beragama itu harus terus diupayakan secara terus menerus, di antaranya melalui penerbitan buku. 

Dia pun bersyukur karyanya tersebut bisa dibedah beberapa tokoh nasional, seperti Prof Abdul Mu’ti dari Muhammadiyah, Alissan Wahid dari NU, Gomar Gultom dari Kristen, dan Romo Agustinus Heri dari Katolik.

“Buku ini adalah bagian dari upaya itu dan saya tentu amat bersyukur, tadi beberapa tokoh nasional hadir untuk bisa menanggapi mengomentari membedah buku itu,” kata Lukman.

Lukman menambahkan, buku moderasi agama tersebut sudah dicetak untuk kedua kalinya setelah cetakan yang pertama diterbitkan pada Mei 2022 lalu. Menurut dia, buku merupakan sebuah ikhtiar agar umat beragama di Indonesia memiliki paham atau amalan keagamaan yang tidak berlebih-lebihah, tidak melampaui batas, dan tidak ekstrem.

“Itulah mengapa lalu kemudian perlu ada upaya yang terus menerus yang tidak berkesudahan,” jelas Lukman.

Bedah Buku Moderasi Beragama karya Lukman Hakim ini digelar Badan Litbang Agama (BLA) Jakarta. 

Kepala BLA Jakarta Balitbang Diklat Kemenag, Samidi Khalim, mengungkapkan bahwa Lukman Hakim Saifuddin merupakan Bapak Moderasi Beragama.

“Apresiasi kami terhadap Pak Lukman Hakim, beliau layak menjadi bapak moderasi beragama dengan karya beliau yang kemarin mendapat anugerah gelar doktor honoris causa. Kemudian buku ini dicetak ulang. Kami bedah untuk gerakan moderasi beragama semakin massif,” ujar Samidi.

Dalam acara bedah buku ini, menurut dia, BLA Jakarta juga dihadiri berbagai macam elemen masyarakat, tokoh-tokoh agama, ormas lintas agama, Bimas Agama Kementerian Agama, dan juga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Dia menambahkan, moderasi beragama memang harus terus digaungkan di tengah-tengah masyarakat. Karena, menurut dia, tidak sedikit masyarakat yang cara beragamanya masih berlebihan atau overdosis. 

Menurut dia, sebagian masyarakat masih menelan agama secara mentah-mentah, sehingga terkadang bersikap ekstrem ke kanan maupun ke kiri.

“Sebagai contoh mereka terlalu ekstrem kanan dalam memahami agama, seperti kasus bom yang terjadi di Bandung. Nah ini salah satu tugas kita untuk mengajak masyarakat kembali ke tengah, tidak terlalu ke kanan tidak terlalu ke kiri,” tutupnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement