Ahad 04 Dec 2022 17:15 WIB

Perbedaan Antara Wali Allah SWT dan Manusia Biasa Hadapi Hari Kiamat

Hari kiamat merupakan hari dibangkitkannya manusia untuk pertanggungjawaban

Hari Kiamat (ilustrasi). Hari kiamat merupakan hari dibangkitkannya manusia untuk pertanggungjawaban
Foto: pulsk.com
Hari Kiamat (ilustrasi). Hari kiamat merupakan hari dibangkitkannya manusia untuk pertanggungjawaban

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Hari pembalasan mempunyai banyak istilah dalam literatur klasik Islam.

Di antaranya, hari perhitungan (al-yaum al-hisab), hari kebangkitan (al-yaum al-ba'ts, alyaum al-qiyamah), hari akhirat (alyaum al-akhirah), dan lain-lain.

Baca Juga

Dalam perspektif fikih dan teologi yaum al-din adalah sebuah hari setelah hancur leburnya alam fana ini lalu diganti dengan hari dan dunia yang amat lain dari dunia fana ini. 

Dalam pandangan teolog dan fukaha peristiwa kiamat masih bersifat fisik-material, peristiwa menakutkan, dan pada akhirnya menimbulkan kecemasan bagi umat manusia. 

Mendengarkan berita kiamat saja perasaan orang seperti kiamat sedang terjadi. Tidak heran jika banyak doa yang beredar di dalam masyarakat memohon agar tidak sempat menyaksikan kejadian mengerikan tersebut. 

Dalam perspektif sufi, hari kiamat dilukiskan sebagai peristiwa biasa, yang lumrah terjadi pada alam fana. Menurut mereka, kiamat tidak perlu ditakuti secara berlebihan, apalagi bagi mereka yang berada di makam atas (al-'alam al- 'ulya), kiamat itu bisa berarti pintu surga. 

Dalam keadaan apa pun tidak perlu cemas dan takut, seperti disebutkan dalam Alquran: 

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Yunus ayat 62) 

Wajar kalau orang-orang yang berada di makam alam bawah (al-'alam al-sufla) merasa takut karena selain kedahsyatan peristiwanya juga bisa sekaligus menjadi pintu neraka baginya. 

Dalam kondisi dan kejadian separti apa pun para kekasih Allah SWT tidak perlu takut. Sebaliknya dalam kondisi apa pun wajar merasa takut jika menjauh dengan Tuhannya. 

Selama manusia dekat dengan Tuhannya melalui pendekatan ta'abbud-nya tidak perlu khawatir. Tuhan kita di bumi ini, Dia juga menjadi Tuhan kita di alam barzakh dan hari akhirat. 

Dia pasti sangat paham kita karena selalu mengikuti dan bersama kita. Tentu pasti tahu siapa diri kita. 

Menurut Imam Al-Gazali, dalam kitab Ihya' Ulum al-Din dan Ibnu 'Arabi dalam Futuhat al- Makkiyyah, konsep kiamat berbeda perspektif dengan konsep kiamat sebagaimana yang berkembang di dalam masyarakat. 

Dalam kitab Al-Tafsir Muhith al-A'dham, karya Sayid Haidar Amuli, kiamat dibagi dalam tiga bagian, yaitu kiamat kecil (al-qiyamah al-shugra), kiamat menengah (al-qiyamah al-wustha), dan kiamat besar (al-qiyamah al-kubra).

Jenis-jenis kiamat ini tidak berkonotasi kehancuran fisik dan kehancuran alam ini lalu manusia akan bertransformasi ke alam lain, tetapi lebih kepada bencana kemanusiaan.                    

 

*Naskah karya Prof KH Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta tayang di Harian Republika

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement