REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Kehadiran teknologi, sudah semestinya mendatangkan manfaat bagi umat manusia. Tujuan mulia ini pulalah yang mendasari semangat Ahya Mujahidin, guru biologi di MAN 2 Kediri Kota Nganjuk ini, mencetuskan sejumlah aplikasi tepat guna yang lekat dengan keseharian masyarakat.
Keasikannya dalam melihat tetumbuhan menariknya untuk lebih jauh dan terus lebih jauh menelitinya. Sudah dua aplikasi biologi yang dia buat, yaitu (1) (PSDApp) Aplikasi Struktur Perkembangan Tumbuhan dan (2) Aplikasi Sel Tumbuhan.
Semangat ingin tahu dan ketekenunan pria kelahiran Nganjuk, 8 Juni 1993 ini mengamati suatu perkara dia tularkan ke para anak didiknya. Jerih payahnya membuahkan hasil.
Dua siswa yang dia bombing berjaya meraih predikat juara 1 tingkat nasional pada ajang Madrasah Young Researchers Super Camp (Myres) 2022. Ajang bergengsi di kalangan civitas madrasah se-Indonesia itu.
Keduanya Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Saharani, siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Kediri, Jawa Timur. Kedua siswa bimbingannya itu membuat penelitian berjudul Pendeteksi Kadar C-Reactive Protein Saliva pada Pasien DMT2 dalam Penentuan Derajat Komplikatif Berbasis Machine Learning.
Penelitian ini mengungkap cara baru untuk mengetahui kadar penyakit seseorang tanpa harus diambil darahnya. Ahya menjelaskan bahwa penelitian itu dilatarbelakangi banyaknya orang yang enggan diambil darahnya guna diketahui kadar penyakit yang dideritanya, entah karena takut atau faktor lain.
"Awal penemuan ide, bermula dari pengamatan fenomena sekitar siswa atau peneliti, ada orang yang trauma ketika diambil darahnya untuk diuji kadar diabetnya. Siswa kemudian mencari informasi tentang pengganti darah tersebut bersama tim pembimbing," kata Ahya.
"Tidak membuat trauma bagi pasien yang takut dengan jarum suntik," lanjut pria yang pernah mengaji di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Jawa Timur itu.
Dia bersama pembimbing pertama Roro Dewi Masyitoh KA berusaha mengarahkan ke siswa agar pengembangan riset diorientasikan untuk menjawab permasalahan lingkungan sekitar, agar lebih maslahat.
Aplikasi sebagai solusi Ahya melakukan penelitian dan pengembangan aplikasi biologi tidak lain guna melahirkan solusi terhadap problem masyarakat. Tidak sekali aplikasi dibuat kecuali untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya. "Ingin menjadi bagian dari pengembangan riset sebagai solusi terhadap kebutuhan dan permasalahan masyarakat sekitar," ujarnya.
Saat ini, kata Ahya, hampir semua sisi bersanding dengan digital, termasuk dunia pendidikan. Karenanya, Ahya menyatakan bahwa pengembangan riset biologi perlu dikolaborasikan dengan potensi kebermanfaatan digital.
Sebab, alat-alat komunikasi elektronik, seperti ponsel sudah seperti barang primer yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Bahkan, ada pula yang mengarah pada kecanduan. Beberapa orang memang karena tuntutan zaman atau malah memang pekerjaannya yang demikian sehingga sulit, bahkan tidak dapat lepas diri ponsel tersebut.