Rabu 23 Nov 2022 20:42 WIB

Ketika Islamofobia Dianggap Normal dan Dampaknya yang Semakin Global

Islamofobia masih menjadi hal yang mengkhawatirkan di berbagai negara

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia (ilustrasi). Islamofobia masih menjadi hal yang mengkhawatirkan di berbagai negara
Foto:

Mantan Menteri Dalam Negeri Priti Patel dan Perdana Menteri Rishi Sunak saat ini juga telah menunjukkan dukungan untuk pemerintah BJP.

Yang tak kalah meresahkan adalah aliansi antara preman Islamofobia Tommy Robinson dan kelompok BJP di Inggris, yang diilustrasikan dalam video baru-baru ini.

Di Inggris, badan amal anti-fasis Hope Not Hate mencatat 165 insiden yang dilakukan oleh aktivis sayap kanan dan anti-pengungsi di fasilitas imigrasi sepanjang tahun ini.

Dikatakan demonisasi pemerintah terhadap pencari suaka dan pengungsi mengarusutamakan retorika anti-migran dan mendorong kelompok sayap kanan untuk menargetkan orang-orang ini.

Andrew Leak juga dikenal sebagai pengagum Robinson. Antara tahun 2021-2022, di Inggris Raya, 42 persen pelanggaran kejahatan kebencian agama dilakukan terhadap Muslim tetapi angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena beberapa korban tidak melaporkannya ke polisi.

Meningkatnya Islamofobia selama dua dekade terakhir dapat dilihat sebagai salah satu warisan utama dari "Perang Melawan Teror", yang memicu reaksi berantai yang memicu pertumbuhan terorisme, ketidakstabilan, dan perang melawan negara-negara Muslim.

Hal ini pada gilirannya telah menghasilkan peningkatan pengungsi dan migran yang bepergian ke Eropa.

Baca juga: Mualaf David Iwanto, Masuk Islam Berkat Ceramah-Ceramah Zakir Naik tentang Agama 

November menandai Bulan Kesadaran Islamofobia, dan meskipun ini merupakan inisiatif penting melawan Islamofobia bukanlah satu-satunya tanggung jawab umat Islam. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh masyarakat.

Upaya untuk memerangi Islamofobia oleh kelompok advokasi komunitas dan membangun aliansi lintas batas sosial diperlukan.

Penelitian menunjukkan bahwa interaksi positif dengab Muslim lebih mungkin menyebabkan perubahan sikap dan perilaku yang menguntungkan.

Namun, politisi harus berhenti menggunakan retorika diskriminatif terhadap umat Islam dan memastikan bahwa semua warga negara dapat hidup bebas dari prasangka. Institusi media yang mempromosikan narasi yang memecah belah perlu ditantang dan platform progresif alternatif harus didukung.

 

 

Sumber: newarab   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement