REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Setiap 10 November bangsa Indonesia selalu memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Sebuah hari yang menjadi bukti atas keberanian dan penolakan rakyat Indonesia terhadap semua bentuk penjajahan, meski dilakukan oleh negara dengan kekuatan militer sangat disegani di dunia, Inggris.
Dr. H. Sa'dullah Affandy, Direktur Eksekutif SAS Institute, Kamis (10/11/2022), mengatakan, 10 November juga membuktikan bahwa tekad yang kuat, keberanian yang digelorakan oleh semangat Jihad dapat memantik kesadaran orang bahwa penindasan selain tidak dapat dibenarkan juga harus dilawan dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Rakyat Surabaya, sebagai aktor utama pertempuran Surabaya yang menjadi palagan peperangan, membuktikannya. Betapa mesin perang Inggris, pesawat tempur termutakhir, serta para Gurkha, tidak dapat mencegah tewasnya Mallaby, jendral Inggris, ditangan seorang santri.
"Ya, Hari Pahlawan tidak bisa dilepaskan dengan peran dan kiprah kaum pesantren. Bahkan, lahirnya keberanian rakyat yang memantik perlawanan terhadap Kolonial dipicu oleh adanya Fatwa Jihad dari Hadlaratusysyaikh Hasyim Asyari. Dengan kata lain, Hari Pahlawan 10 November merupakan implementasi dari Hari Santri yang melahirkan Resolusi Jihad. Tidak akan ada Hari Pahlawan, kalau tidak ada Hari Santri atau Resolusi Jihad," ujar Dr. H. Sa'dullah Affandy,
Direktur Eksekutif SAS Institute, Kamis (10/11/2022).
"Dengan demikian, memperingati Hari Pahlawan sejatinya meneguhkan kembali momen ketika fatwa dan dawuh para ulama menjadi spirit bagi gerakan Rakyat," katanya.