REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pejabat Yordania telah memperingatkan pemerintah Israel yang akan datang tidak mengubah status quo di sekitar kompleks Al-Aqsa di Yerusalem. Peringatan ini ditujukan kepada pemimpin baru Israel.
Warga Israel pergi ke tempat pemungutan suara bulan ini dengan mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya akan mengambil alih kekuasaan. Yordania khawatir pemerintah garis keras baru dapat mengganggu status Al Aqsa, yang tetap menjadi tempat ibadah Muslim. Karena itu, Yordania mengecam jika Israel berani mengubah status quo Al Aqsa berarti setuju merenggangkan hubungan.
"Setiap upaya mengubah status quo di Temple Mount (kompleks Al-Aqsa) pasti akan merusak hubungan antara Yordania dan Israel," kata outlet media Israel Kan mengutip sumber Yordania.
Partai Likud sayap kanan Netanyahu memperoleh kursi terbanyak selama pemilihan Israel yang baru-baru ini berakhir dan secara luas diperkirakan akan membentuk koalisi pemerintahan bersama partai ekstremis Zionisme Agama dan kelompok sayap kanan lainnya. Jika berhasil, Netanyahu kemungkinan akan membentuk koalisi paling sayap kanan dalam sejarah Israel, yang dapat menyebabkan lebih banyak serangan dan penindasan terhadap warga Palestina.
Yordania adalah penjaga kompleks Al-Aqsa, rumah bagi situs tersuci ketiga Islam tetapi juga yang paling suci bagi Yudaisme. Mitra koalisi Netanyahu, Itamar Ben Gvir adalah pemukim ekstremis yang telah memimpin pengikutnya untuk menyerang kota-kota Palestina.
Ben Gvir juga telah menyerbu kompleks Al Aqsa dan memprovokasi warga Palestina. Dia sejak lama mengadvokasi perubahan status quo, yang seharusnya hanya boleh dimasuki oleh muslim sedangkan non-Muslim dilarang memasuki kompleks Masjid Al Aqso. Namun, Ben Gvir terus merusak status quo.
Pasukan Israel terus melakukan kejahatan luas terhadap Palestina, yang tunduk pada sistem penindasan dan apartheid. Mereka telah menyerbu kompleks suci beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir, misalnya pada April tahun ini ketika mereka menyebabkan sedikitnya 152 warga Palestina terluka.
Israel telah menduduki Tepi Barat secara ilegal sejak 1967 di mana ia telah memperluas permukiman ilegal, menahan ribuan warga Palestina, dan melancarkan serangan mematikan yang tak terhitung jumlahnya di seluruh wilayah Palestina. Tahun ini akan menjadi tahun paling mematikan bagi warga Palestina sejak 2005.