REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menggelar Muktamar ke-48 Muhammadiyah Aisyiyah dalam dua tahap sidang, yakni secara online (dalam jaringan) dan offline (luar jaringan).
"Muktamar secara luring dan daring ini pertama kali dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pertimbangannya karena memang kita masih dalam suasana pandemi Covid-19," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi pers yang diikuti di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Mu'ti mengatakan pada tahap pertama secara daring akan digelar pada Sabtu (5/1/2022) 2022, sementara puncaknya digelar pada Sabtu hingga Ahad (19-20/11/2022) secara luring dengan pusat kegiatan di gedung Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jawa Tengah.
Pada tahap pertama, agenda muktamar hanya mendengarkan tanggapan dari peserta muktamar atas materi yang telah disiapkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adapun isi dari materi muktamar ini meliputi laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2022, program Muhammadiyah 2022-2027, Risalah Islam Berkemajuan, serta Isu-isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal.
"Semua materi ini telah kita kirim ke para peserta Muktamar untuk ditanggapi besok pagi. Kita kirim dalam bentuk file melalui email, kita juga kirim secara cetak. Insya Allah materinya telah diterima masing-masing peserta di seluruh Indonesia," kata Mu'ti.
Teknis pelaksanaannya, kata dia, setiap perwakilan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), organisasi otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, IPM, IMM, Tapak Suci, dan lain-lain tingkat pusat akan menyampaikan tanggapan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
"Ada sekitar 208 titik dari 34 provinsi di seluruh Indonesia yang menjadi lokasi Muktamar tahap pertama ini," katanya.
Mu'ti juga menyebut beberapa isu strategis yang nanti akan dibahas di tahap pertama Muktamar ini. Pertama, isu keumatan meliputi fenomena rezimentasi paham agama, membangun kesalehan digital, memperkuat persatuan umat, dan reformasi tata kelola filantropi Islam.
Kedua, isu kebangsaan meliputi memperkuat ketahanan keluarga, reformasi sistem Pemilu, suksesi kepemimpinan 2024, evaluasi atas kebijakan deradikalisasi, memperkuat keadilan hukum, penataan ruang publik yang inklusif dan adil, memperkuat regulasi sistem resiliansi bencana, antisipasi ageing population (penuaan populasi), dan memperkuat integrasi nasional.
Terakhir, isu kemanusiaan universal meliputi membangun tata dunia yang damai dan berkeadilan, regulasi dampak perubahan iklim, mengatasi kesenjangan antarnegara, dan menguatnya xenofobia.
"Materi ini tidak lain ingin memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta," kata Abdul Mu'ti.