Ahad 30 Oct 2022 12:14 WIB

Tahanan Tertua Dibebaskan dari Penjara Guantanamo

Penjara Guantanamo bebaskan tahanan tertua.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
Tahanan Tertua Dibebaskan Dari Penjara Guantanamo. Foto: Lapas Guantanamo
Foto: AP/Alex Brandon
Tahanan Tertua Dibebaskan Dari Penjara Guantanamo. Foto: Lapas Guantanamo

REPUBLIKA.CO.ID,ISLAMABAD -- Seorang pria berusia 75 tahun dari Pakistan yang merupakan tahanan tertua di pusat penahanan Teluk Guantanamo dibebaskan dan dipulangkan ke Pakistan pada Sabtu (29/10/2022). Saifullah Paracha bertemu kembali dengan keluarganya setelah ditahan selama lebih dari 17 tahun di salah satu penjara paling ketat. 

 Paracha telah ditahan karena dicurigai memiliki hubungan dengan Alqaeda sejak 2003, tetapi dia tidak pernah didakwa melakukan kejahatan. Pada Mei tahun lalu, Paracha menerima pemberitahua bahwa dia akan dibebaskan.

Baca Juga

Dia dibebaskan oleh dewan peninjau tahanan, bersama dengan dua pria lainnya pada November 2020. Menurut Shelby Sullivan-Bennis, yang mewakili Paracha di persidangan, dewan peninjau memutuskan untuk membebaskan kliennya karena dia tidak lagi menjadi ancaman berkelanjutan bagi Amerika Serikat (AS).

Departemen Pertahanan AS pada Sabtu mengatakan, mereka menghargai kesediaan Pakistan dan mitra lainnya untuk mendukung upaya AS yang berfokus pada pengurangan populasi tahanan secara bertanggung jawab, sehingga akhirnya menutup penjara di Teluk Guantanamo. Kementerian Luar Negeri Pakistan telah menyelesaikan proses antar-lembaga yang ekstensif untuk memfasilitasi pemulangan Paracha.

“Kami senang bahwa seorang warga negara Pakistan yang ditahan di luar negeri akhirnya dapat berkumpul kembali dengan keluarganya,” kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Pakistan.

Paracha tinggal di Amerika Serikat dan memiliki properti di New York City. Dia adalah seorang pengusaha kaya di Pakistan.  Pihak berwenang menuduh Paracha sebagai "fasilitator" Alqaeda yang membantu transaksi keuangan dua konspirator dalam serangan 11 September. Paracha menyatakan, dia tidak mengetahui bahwa dua konspirator itu adalah anggota Alqaeda. Paracha membantah terlibat dalam terorisme.

Amerika Serikat menangkap Paracha di Thailand pada 2003. Dia ditahan di Guantanamo sejak September 2004. Washington telah lama menegaskan, mereka dapat menahan tahanan tanpa batas waktu dan tanpa tuduhan di bawah hukum perang internasional.

Selama ditahan, Paracha menderita sejumlah penyakit antara lain diabetes dan jantung. Pada November 2020, dia hadir dalam persidangan kedelapan di hadapan dewan peninjau. Dewan ini didirikan di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama untuk meninjau apakah tahanan memiliki sikap anti Amerika dan menciptakan permusuhan ketika dibebaskan dari Guantanamo.

Pada saat itu, Sullivan-Bennis optimistis dengan prospek pembebasan Paracha karena terpilihnya Presiden Joe Biden, kesehatan Paracha yang buruk dan perkembangan dalam kasus hukum yang melibatkan putranya, Uzair Paracha.

Putranya dihukum pada 2005 di pengadilan federal di New York karena memberikan dukungan kepada terorisme. Tuduhan ini didasarkan pada kesaksian dari seorang saksi yang juga ditahan di Guantanamo dan membenarkan penahanan ayahnya.

Pada Maret 2020 seorang hakim membuang laporan saksi tersebut dan pemerintah AS memutuskan untuk tidak menggelar pengadilan bagi Uzair Paracha. Dia dibebaskan dan dipulangkan ke Pakistan.

Departemen Pertahanan mengatakan, 35 tahanan tetap berada di Teluk Guantanamo pada Sabtu (29/10/2022). Sementara 20 tahanan lainnya memenuhi syarat untuk dipindahkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement