Selasa 25 Oct 2022 18:53 WIB

Yahya Cholil Staquf: PBNU Bekerja Laksana Pemerintahan

semua lembaga di bawah komando PBNU harus merancang strategi menciptakan kebijakan.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kanan) saat memimpin diskusi dalam acara Editorial Meeting Religion of Twenty (R20) di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (12/10/2022). PBNU bersama Liga Muslim Dunia (Rabithah al-Alam al-Islami) dan didukung oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia berencana menggelar kegiatan Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leaders yang merupakan rangkaian kegiatan G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 2-3 November 2022 mendatang yang akan dihadiri sejumlah tokoh agama dunia.Yahya Cholil Staquf: PBNU Bekerja Laksana Pemerintahan
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kanan) saat memimpin diskusi dalam acara Editorial Meeting Religion of Twenty (R20) di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (12/10/2022). PBNU bersama Liga Muslim Dunia (Rabithah al-Alam al-Islami) dan didukung oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia berencana menggelar kegiatan Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leaders yang merupakan rangkaian kegiatan G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 2-3 November 2022 mendatang yang akan dihadiri sejumlah tokoh agama dunia.Yahya Cholil Staquf: PBNU Bekerja Laksana Pemerintahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menegaskan PBNU saat ini bekerja laksana pemerintahan sehingga semua lembaga yang berada di bawah komandonya harus merancang strategi menciptakan kebijakan.

"Organisasi NU ini berfungsi laksana pemerintahan. Selama ini kita memahami keberadaan NU ada dimensi struktural dan kultural, ada jamiyah dan jamaah," ujar dia saat membuka Rakernas IX Lembaga Dakwah PBNU di Asrama Haji Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Baca Juga

Ia mengandaikan PBNU ibarat pemerintah (jamiyah) dan nahdliyin sebagai masyarakat (jamaah), sehingga mesti diciptakan suatu kebijakan untuk melayani semua warga NU, tanpa terkecuali. Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini, mengatakan sebelumnya sempat muncul wacana menggulirkan satu strategi menjadikan jamaah sebagai jamiyah.

Namun jika melihat realitas yang ada, istilah menjamiyahkan jamaah merupakan sesuatu yang tidak realistis. "Nah, ini sesuatu yang tidak mudah, bahkan di dalam realitas hari ini, menjamiyahkan jamaah itu tidak realistis," kata dia.

Ia menegaskan asumsi jamiyah adalah anggota yang berada di dalam kontrol organisasi. Setiap anggota harus taat terhadap apapun bentuk komando dari organisasi. Karena itu, apabila ingin menjamiyahkan jamaah maka organisasi NU dituntut membuat 127 juta warga NU taat sepenuhnya kepada PBNU.

Meski jumlah orang yang merasa dirinya dekat dengan NU itu begitu banyak, katanya, mereka bukanlah warga yang sungguh-sungguh merasa harus taat kepada PBNU. "Ini sesuatu yang luar biasa berat buat kita. Bahkan mungkin sekarang (jumlah warga NU) mencapai 146 juta, yaitu orang-orang yang mengaku dan merasa dirinya NU. Hasil survei 2022 ada 55,9 persen atau hampir 150 juta dari seluruh penduduk Indonesia mengaku NU," kata dia.

Maka dari itu, Gus Yahya berharap Rakernas IX LD PBNU dapat menghasilkan berbagai kebijakan yang bisa bermanfaat dan membawa berkah bagi warga NU secara keseluruhan. "Karena bekerja laksana pemerintahan, maka LD PBNU sudah tidak perlu lagi membuat program kegiatan pengajian rutin di kantor PBNU. Tapi harus membuat satu strategi kebijakan untuk melakukan perkhidmatan yang lebih luas kepada seluruh warga NU," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement