Rabu 12 Oct 2022 10:44 WIB

Yayasan RAHIM Gelar Diskusi Bertema G20 Di Tengah Konflik Dunia

Forum tersebut dikatakan akan membahas hal-hal yang sensitif.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
 Yayasan RAHIM Gelar Diskusi Bertema G20 Di Tengah Konflik Dunia. Foto:  Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Yayasan RAHIM Gelar Diskusi Bertema G20 Di Tengah Konflik Dunia. Foto: Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Yayasan RAHIM melalui The Ibrahim Heritage Study Center For Peace menggelar diskusi dengan tema 'G20 di Tengah Konflik Dunia: Adakah Harapan?' Hadir menjadi narasumber adalah pengurus RAHIM sekaligus panitia penyelenggara R20 KH Zainul Ma'arif, Leo Yuwono, Yokhanan Ellias Dewanto, KH. Roland Gunawan, KH. Jamaluddin Muhammad dan KH. Achmat Hilmi.

Berlaku sebagai moderator, KH Mukti Ali Qusyairi menyebut diskusi ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, Yayasan RAHIM ikut berkontribusi dalam menyambut dan menyemangati suksesnya acara G20, yang akan dilaksanakan tidak lama lagi.

Baca Juga

"Kedua, sebagai lembaga yang bergerak dalam persoalan perdamaian, Yayasan RAHIM relevan untuk mendiskusikan G20 di tengah konflik dunia. Lebih spesifik pada perang Ukraina-Rusia, yang kemudian menciptakan konflik baru," kata dia dalam keterangan yang didapat Republika, Kamis (13/10/2022).

Konflik yang dimaksud terjadi antara blok Timur, yaitu Rusia bersama negara-negara sahabatnya, dengan blok Barat yaitu Amerika Serikat bersama sekutunya Uni Eropa.

Ia pun menyebut harapan dari semua pihak agar konflik blok barat dan blok timur ini segera selesai, serta kembali menjalin persaudaraan dalam damai. Di sisi lain, Yayasan RAHIM juga menginginkan agar acara G20 di Indonesia berjalan dengan damai dan produktif.

Dalam kesempatan tersebut, KH. Zainul Ma’arif menjelaskan R20 diadakan sebagai forum dialog antar agama yang ada di dunia, yaitu Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu dan yang lain. R dalam R20 sendiri merupakan singkatan dari Religiouns (Agama-agama).

Forum tersebut dikatakan akan membahas hal-hal yang sensitif. Setiap penganut agama harus mengakui selama ini memposisikan agama sebagai sumber masalah, sehingga dalam forum R20 harus ada ‘pengakuan dosa’, lalu mengidentifikasi berbagai masalah.

"Sehingga nantinya agama diharapkan bukan menjadi masalah, tetapi sebaliknya sebagai solusi atas masalah. Dan akan tercipta rekonsiliasi dan pengampunan," ucap dia.

Akan tetapi, lanjut Kiyai Zain, panitia R20 mengundang organisasi RSS (Rashtriya Swayamsevak Sangh), sebuah organisasi sukarelawan nasional Hindu sayap kanan India. Hal ini lantas menjadi kotroversial.

Umat muslim India melayangkan protes keberatan jika RSS diundang oleh panitia R20, sebab menurut mereka RSS adalah organisasi rasis dan intoleran, atau dengan kata lain ‘memusuhi’ terhadap umat muslim India.

Akan tetapi, pemerintah India sendiri merekomendasikan agar RSS diundang ke R20. RSS ternyata merupakan organisasi induk partai penguasa India saat ini, yaitu Partai Bharatiya Janata, serta  salah satu organisasi utama dari kelompok Sangh Parivar.

"Mengingat forum R20 untuk membahas berbagai problematika antar agama, sehingga barangkali jika RSS dianggap bermasalah maka menjadi relevan untuk diundang. Agar mengidentifikasi apa gerangan masalahnya," lanjutnya.

Narasumber kedua, Leo Yuwono, menjelaskan pentingnya agama sebagai sumber perdamaian. Ia menyatakan ada benang merah antar agama yang bisa dijadikan unsur perdamaian antar agama, yaitu Nabi Ibrahim.

Leo mengutip buku The Theory & Practice of Universal Ethics, yang berhasil diterjemah dengan judul versi Indonesia “Etika Universal Samudera Hikmat Nabi Nuh”. Dalam waktu dekat, buku ini akan diterbitkan oleh RAHIM.

Di dalam buku tersebut dijelaskan yang membawa ajaran agama Yahudi, Islam, Kristen, Hindu dan Budha adalah anak-anak cucu Nabi Ibrahim. Agama Yahudi yang membawa Nabi Musa, Yaqub dan Ishaq putra Nabi Ibrahim dari istrinya Sarah.

Agama Islam yang membawa Nabi Muhammad keturunan Nabi Ismail putra Nabi Ibrahim dari istri Hajar. Kristen dibawa oleh Isa al-Masih yang juga dari keluarga Yahudi, yang masih anak cucu Ibrahim.

"Dan ada anak dari Nabi Ibrahim yang mengajarkan agama Hindu dan Budha. Karena itu, di dalam doktrin Hindu dan Buda terdapat doktrin Brahman, yang seakar kata dengan Ibrahim. Sehingga, para pewarta agama-agama itu sesungguhnya satu keluarga dan satu moyang yaitu Nabi Ibrahim," kata Leo.

Narasumber berikutnya, Yokhanan Ellias Dewanto, menyatakan perdamaian harus terus disuarakan. Setiap pihak pun diajak untuk optimis G20 diadakan dengan sukses dan tidak ada halangan suatu apapun.

"Perdamaian bisa tercipta salah satunya dengan memanfaatkan sains dan teknologi untuk pengembangan pertanian, bukan untuk kecanggihan senjata. Apalagi saat ini ada senjata yang sedang dikembangkan yang dapat menyasar target dengan akurat, berdasarkan data nama-nama target yang dimasukan ke dalam senjata tersebut,"ujarnya.

Ia lantas memohon kepada para pemimpin dunia agar menahan diri, rendah hati, serta mengutamakan perdaiaman dan menjaga eksistensi kehidupan umat manusia, daripada ambisi kekuasaan dan keserakahan.

Di kesempatan yang sama, KH. Roland Gunawan dan KH. Achmat Hilmi juga menyarakan pentingnya perdamaian dan optimism suksesnya G20 di Indonesia. Sedangkan pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, KH. Jamaluddin Muhammad, menyatakan para pengikut agama-agama yang dibawa Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Musa dan Isa disebut di dalam Alquran sebagai orang-orang muslim. Karena itu, tidak ada alasan untuk berpecah belah, namun harus bersatu-padu.

Dalam forum diskusi ini, para tokoh agamawan lintas agama ini lantas menyerukan perdamaian. Semua pihak diajak untuk bersama-sama mensukseskan acara G20 di Indonesia dengan damai, amain, kondusif dan produktif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement