REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan pondok pesantren inklusi masih sangat sedikit. Para penyandang disabilitas pun berharap pemerintah bisa membantu agar ponpes inklusi bisa berdiri di banyak daerah. Sekjen Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Yogi Mastoni mengatakan pesantren inklusi sangat penting keberadaannya di tengah banyaknya penyandang disiabilitas Muslim yang semakin antusias mendalami agama. Ia mengatakan meski banyak para santri difabel yang menimba ilmu di pesantren dan membaur dengan santri lainnya, namun para santri difabel masih kesulitan untuk menyesuaikan diri.
"Sekarang karena Indonesia sudah mengesahkan UU tentang pendidikan inklusi, saya pikir itu sangat penting sekali dengan pesantren inklusi," kata Yogi kepada Republika belum lama ini.
Lebih lanjut Yogi mengatakan banyak pesantren yang sudah membuka diri untuk menerima santri difabel. Namun penyediaan fasilitas bagi santri difabel masih menjadi persoalan. Misalnya penyediaan alat batu sarana pembelajaran, penyediaan tempat belajar, dan lainnya. Selain ini menurut Yogi sumberdaya pengajar bagi santri difabel pun masih sangat minim. Yogi mencontohkan masih sedikit pengajar Pesantren yang menguasai huruf braille agar bisa mengajar para santri tunanetra. Menurutnya pengasuh pesantren semestinay memahami kebutuhan penyandang disiabilitas ketika membuka diri sebagai Pesantren inklusi.
Yogi mengatakan sejauh ini dirinya belum melihat semangat pemerintah untuk mendorong berdirinya pesantren-pesantren inklusi di tiap daerah. Ia berharap kedepannya pemeritah pusar dan daerah bisa menghadirkan Pesantren inklusi di tiap daerah.
Wakil Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU), KH. Hodri Arief mengakui bahwa sejauh ini belum ada pondok pesantren inklusi yang khusus memfasilitasi para santri difabel di bawah naungan RMI NU. Ia mengatakan RMI NU pun tengah mendiskusikan agar bisa mendirikan pesantren inklusi di bawah naungan RMI NU.
Kendati demikian kiai Hodri mengatakan pesantren-pesantren NU sejatinya sudah sejak lama terbuka dan memfasilitasi para santri difabel untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama di pesantren. Menurutnya para santri difabel diterima sebagaimana para santri pada umumnya. Meskipun menurutnya fasilitas khusus yang disediakan pesantren untuk para santri difabel masih sangat terbatas. Seperti penyediaan kursi roda, kamar mandi khusus difabel, penyediaan kaki buatan dan lainnya. Hal ini karena terbatasnya kemampuan pesantren untuk menyediakan fasilitas khusus bagi difabel.
"Kami terus berupaya membantu memenuhi kebutuhan untuk santri difabel dengan kerjasama antarlembaga di lingkungan NU, maupun dengan pihak lain yang punya kepedulian tinggi pada saudara-saudara yang difabel. Selama ini memang masih amat terbatas," kata kiai Hodri kepada Republika.
Kiai Hodri juga berharap pemerintah lebih memperhatikan para santri difabel yang menimba ilmu di pondok pesantren seperti warga negara pada umumnya, sehingga para santri difabel dapat belajar dengan maksimal.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) juga terus berupaya untuk menghadirkan pesantren dan sekolah inklusi. Wakil Ketua Persatuan Islam (PERSIS), ustaz Jeje Zaenuddin mengatakan sejauh ini Persis telah memfasilitasi para santri atau siswa difabel sehingga bisa mengenyam pendidikan baik di pesantren maupun lembaga pendidikan formal di bawah naungan Persis. Para santri difabel seperti penyandang tunanetra membaur dengan para santri atau siswa lainnya di pesantren maupun lembaga pendidikan formal di bawah naungan Persis.
"Pada hakikatnya pesantren persis sudah memfasilitasi siswa difabel dan ini sudah lama dilaksanakan dengan menerima santri-santri yang tuna netra difasilitasi dan didudukan sama dengan santri-santri lainnya,namun dalam pelaksanaanya sering mengikut kerja sama dengan organisasi lain seperti umi maktum," kata ustaz Jeje.
Ia mengatakan sejauh ini belum ada bantuan dari pemerintah untuk mendukung para santri atau siswa difabel yang menimba ilmu di pesantren maupun lembaga pendidikan formal di bawah naungan Persis. Karena itu ia berharap kedepannya pemerintah bisa lebih memberikan perhatian bagi santri difabel. Ustaz Jeje mengatakan Persis belum memiliki Pesantren inklusi yang khusus bagi santri difabel. Sebab menurutnya para tenaga pengajar untuk santri difabel pun mash terbatas.
"Namun untuk memfasilitasi santri difabel secara khusus, selain yang disebutkan di atas, kami belum dapat melaksanakannya karena keterbatasan sumber daya insani," katanya.