REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Penelitian yang dirilis Annenberg Inclusion Initiative dari University of Southern California (USC) mengungkap sedikitnya karakter Muslim dalam serial televisi populer. Laporan tersebut mengamati 200 serial televisi berperingkat teratas dari 2018 dan 2019 yang ditayangkan di AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru.
Dari penelitian itu, aktor Muslim sebagian besar absen dari acara TV budaya pop. "Muslim merupakan 25 persen dari populasi dunia namun hanya 1,1 persen dari karakter dalam serial televisi populer. Ini berpotensi menciptakan cedera dunia nyata bagi penonton, khususnya Muslim yang mungkin menjadi korban prasangka, diskriminasi, dan bahkan kekerasan," kata Al-Baab Khan, penulis utama studi tersebut, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (8/9/2022).
Studi USC memeriksa hampir 9.000 karakter yang berbicara dan dari studi tersebut diketahui bahwa rasio karakter non-Muslim dengan karakter Muslim adalah 90 banding satu. Juga ditemukan bahwa 87 persen dari serial yang diteliti tidak menampilkan karakter Muslim dan sekitar 8 persen dari program hanya memiliki satu aktor Muslim.
Selain itu, karakter Muslim tampaknya tidak tumbuh dari waktu ke waktu tanpa penambahan karakter Muslim dalam program dari 2018 hingga 2019. Laporan tersebut menyatakan bahwa penelitian ini menggambarkan realitas menyedihkan umat Islam di layar.
"Bagi Muslim, ini mengirimkan pesan bahwa mereka tidak termasuk atau tidak penting. Bagi orang lain, kami berisiko menormalkan ketakutan, kefanatikan, dan stigmatisasi terhadap Muslim," kata Riz Ahmed dari perusahaan produksi Left Handed Films, dalam sebuah pernyataan.
"Acara TV adalah cerita yang kita bawa ke rumah kita, dan memainkan peran besar dalam membentuk bagaimana kita memahami dunia, satu sama lain, dan tempat kita di dalamnya. Studi ini mengingatkan kita bahwa dalam hal penggambaran Muslim, kita masih diberi diet stereotip dan penghapusan TV," tambahnya.
Menurut penelitian itu, hampir sepertiga dari karakter Muslim digambarkan di layar sebagai pelaku kekerasan dan hampir 40 persen menjadi target serangan kekerasan. Dan 37,2 persen karakter Muslim ditampilkan sebagai penjahat dan 15,7 persen bekerja sebagai penegak hukum.
Karakter Muslim laki-laki lebih cenderung digambarkan dengan pekerjaan daripada karakter perempuan, sementara karakter Muslim perempuan juga tunduk pada stereotip lain, termasuk lebih dari separuh perempuan mengenakan jilbab dibandingkan laki-laki yang mengenakan berbagai pakaian jalanan.
Studi ini juga menunjukkan bahwa wanita Muslim sering digambarkan sebagai penuntut atau tunduk pada rekan pria mereka. Ahmed menilai, jaringan dan layanan streaming perlu merangkul tanggung jawab mereka untuk memastikan Muslim dari semua latar belakang melihat diri mereka tercermin dalam acara TV favorit.
"Dan mereka akan bijaksana untuk merangkul peluang besar ini untuk menjangkau dan terhubung dengan audiens global yang kurang terlayani, tidak hanya sebagai bagian dari tren keragaman yang lewat tetapi sebagai perubahan yang menentukan menuju penceritaan cerita yang inklusif," katanya.