REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebuah laporan yang telah lama ditunggu-tunggu dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) tentang Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR) akhirnya diumumkan. Badan itu mengungkap bahwa ada pelanggaran HAM yang serius terhadap etnis Uighur dan pelanggaran HAM lainnya terhadap komunitas mayoritas Muslim.
Laporan itu diterbitkan pada Rabu (31/8/2022) setelah kunjungan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet pada Mei. Dilaporkan bahwa ada dugaan pola penyiksaan atau perlakuan buruk, termasuk perawatan medis paksa, kondisi penahanan yang merugikan hingga kekerasan seksual.
Dilansir dari Saudi Gazette, Kamis (1/9/2022), dalam penelitiannya OHCHR mengatakan tingkat penahanan sewenang-wenang terhadap Uighur adalah pembatasan dan perampasan hak-hak dasar secara lebih umum. Ini juga dapat dinilai sebagai kejahatan internasional.
Pelanggaran hukum internasional
Ini termasuk pembatasan yang luas, sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, yang melanggar hukum dan standar internasional. Termasuk pembatasan kebebasan beragama dan hak atas privasi dan pergerakan.
Laporan tersebut mengatakan kebijakan Pemerintah Cina di wilayah tersebut telah melampaui batas. China memisahkan keluarga paa tahanan, memutuskan kontak, menghasilkan pola intimidasi dan ancaman terhadap diaspora Uighur yang lebih luas yang telah berbicara tentang kondisi di rumah.
OHCHR mengatakan Pemerintah China memegang tugas utama untuk memastikan bahwa semua hukum dan kebijakan dibawa sesuai dengan aturan hak asasi manusia internasional dan untuk segera menyelidiki tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Ini untuk memastikan akuntabilitas pelaku, dan untuk memberikan ganti rugi kepada korban.