REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulis buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi dan Kepala Lembaga Peradaban Luhur, Ustaz Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan, majelis taklim merupakan institusi pendidikan Islam tertua yang hadir sejak Rasulullah mulai mendakwahkan Islam di Kota Makkah secara sembunyi-sembunyi, bertempat di rumah seorang sahabat bernama Arqam bin Abil al-Aqram al-Mahzumi.
Karena itu, majelis taklim Rasulullah tersebut dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Darul Arqam, artinya rumahnya Arqam. Majelis taklim kemudian diadakan di Kota Madinah sejak Rasulullah hijrah ke Madinah yang bertempat di Masjid Nabawi. Ini kemudian diterus kan oleh para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan generasi sesudahnya sampai dakwah Islam masuk ke nusantara.
Menurut Ustaz Kiki, berdasarkan catatan se arah menunjukkan bahwa Islam pertama kali masuk ke nusantara pada adad ke-7 atau ke-8 dengan temuan perkampungan Islam di sekitar Selat Malaka. Karena itu, menurut dia, di perkampungan itu juga berdiri masjid yang di dalamnya diselenggarakan majelis taklim.
Bukti sejarah masuknya agama Islam di Indonesia terjadi pada abad ke-7 Masehi ditunjukkan oleh berita Cina dari zaman Dinasti Tang. Catatan tersebut menerangkan bahwa pa da 674 M, di pantai barat Sumatra telah terdapat perkampungan bernama Barus atau Fan sur, yang dihuni oleh orang-orang Arab yang memeluk Islam.
Majelis taklim, menurut Ustaz Kiki, tetap menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam di era bermunculan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai daerah di Indonesia sampai munculnya Pondok Pesantren Syekh Qura di Karawang pada abad ke-14 dan disusul pondok pesantren-pondok pesantren lainnya, terutama yang didirikan oleh Wali Songo dan murid- muridnya
"Majelis taklim di Indonesia mulai populer lagi di nusantara, di Indonesia sejak abad ke- 19, yaitu era gelombang kedua arus migrasi orang-orang Hadhrami, Yaman, kaum Ala wiyin yang dikenal dengan sebutan syarif atau habib untuk kalangan prianya dan syarifah untuk kalangan perempuannya, ke pulau-pulau besar di Indonesia," kata Ustaz Kiki.
Ustaz Kiki mengatakan, kaum Alawiyyin, khususnya para ulamanya, memilih majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam untuk membina dan mendidik umat daripada pon dok pesantren. Karena, hal itu lebih memudahkan mereka dalam transformasi ilmu, terlebih untuk menghindari pengawasan penja jah Belanda yang masih merasa terancam dengan perlawanan umat Islam yang dipimpin para kiai dari pondok pesantren-pondok pesan tren, utamanya di Pulau Jawa.
Di Batavia sendiri, Ustaz Kiki menjelaskan, muncul majelis taklim yang terkenal yang didirikan oleh seorang habib terkenal, yaitu Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang), yang majelis taklimnya terkenal dengan nama Majelis Taklim Kwitang.