REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) memperingati 61 tahun berdiri. Peringatan dipusatkan pada 23-24 Juli 2022 di DIY, yang sebelumnya ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IPM pada 10 Desember 2021 lalu di Bali.
Setelah dua tahun terakhir selalu dilakukan secara luring, kali ini peringatan Milad IPM berlangsung secara luring. Hal inilah yang jadi kebahagiaan tersendiri PW IPM DIY sebagai panitia lokal yang ingin membawa spiritnya kembali ke Yogya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, turut berbagi pengalaman 47 tahun lalu saat menjadi Ketua Umum IPM Kelompok SMAN 10 Bandung. Kala itu, Haedar sekaligus menjadi Ketua Rohis SMAN 10 Bandung yang pertama.
Haedar mengaku cukup bingung saat itu. Sebab, tidak cuma merasa dipilih sebagai Ketua Rohis sekadar lulusan pesantren, Haedar saat itu mengemban tugas harus mengajak dan menjajakan IPM Kelompok kepada anak-anak SMA Negeri 10 Bandung.
Namun, ia mengubah sudut pandang, melihat kerepotan itu sebagai satu peluang karena justru mendapatkan ruang. Sehingga, akhirnya Haedar berhasil mengajak beberapa siswa bergabung ke IPM Kelompok dan jadi organisasi yang cukup baik.
"Sampai sekarang hubungan saya bersama alumni rohis dan alumni SMA Negeri 10 Bandung masih baik," kata Haedar di Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (23/7/2022).
Kemudian, 39 tahun lalu Haedar datang ke Yogyakarta, menjalani hidup mengalir apa adanya. Setelah 1979-1983 berada di IPM DIY, akhirnya Haedar masuk untuk pertama ke Pimpinan Pusat IPM, dan selalu mendapat tugas merumuskan sesuatu.
Salah satunya melahirkan konsep tiga tertib mulai dari tertib ibadah, tertib organisasi dan tertib belajar. Targetnya, melahirkan generasi yang lebih baik lagi. Sebab, Haedar sepakat, IPM merupakan sekolah kehidupan, IPM merupakan sekolah perjuangan.
"Ada gelora dalam hati, kita boleh tidak jadi sesuatu, tapi kita harus bisa mengantarkan generasi setelah saya untuk jadi banyak sesuatu yang bermakna," ujar Haedar.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Raja Juli Antoni berharap, IPM harus jadi tulang punggung Islam berkemajuan, percaya diri kepada Muhammadiyah. Toni turut mengingatkan pesan Malik Fajar kalau Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah.
Artinya, ia melihat, IPM harus membantu menunjukkan ke publik jika Muhammadiyah benar-benar gerakan dakwah, amar ma'ruf nahi munkar. Gerakan yang jadikan ikhlas sebagai landasan. Pesan itu dirasa masih relevan dibicarakan sampai hari ini.
Termasuk, lanjut Toni, untuk diimplementasikan kader-kader muda Muhammadiyah dalam menghadapi perbedaan saat menggelar muktamar. Yang mana, merupakan agenda pertemuan/permusyawaratan tertinggi yang diadakan persyarikatan Muhammadiyah.
"Agar muktamar itu tidak menjadi seperti partai politik, ini dakwah, berbakti, seperti kata Pak Malik. Saya kira, ini penting bagi IPM agar disosialisasikan," kata Toni.
Ketum PP IPM, Nashir Efendi menuturkan, enam dekade IPM mengepakkan sayap, melanglang buwana, menjalin ukhuwah, melahirkan kader-kader hebat. Dalam QS Ar'ad 11, Allah tidak akan mengubah keadaan kaum ketika kaum itu tidak mau merubahnya.
Ia merasa, pesan Allah SWT sudah sangat jelas di sana. Artinya, dalam usia 61 tahun ini, ketika IPM ingin tetap bertahan, tetap bisa berdiri di atas kepentingan pelajar, dihadapi tantangan zaman, kemampuan untuk berubah harus datang dari IPM sendiri.
"Pertanyaan IPM masih bertahan atau tidak, itu adalah pertanyaan yang bisa kita jawab dengan jawaban yang semuanya kita lakukan bersama-sama sejak sekarang," ujar Nashir.