REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kalau Anda mengetik father of sociology (bapak sosiologi) pada mesin pencari Google, kemungkinan besar nama yang muncul teratas adalah Auguste Comte (meninggal 1857 M).
Mehmet SJAoyer dan Paul Gilbert dalam artikelnya yang terbit di International Journal of Sociological Research (2012) membantah klaim (algoritma) Google tersebut.
Menurut kedua akademisi dari Texas Woman's University dan Mississippi State University Amerika Serikat (AS) itu, Comte memang berkontribusi besar bagi perkembangan sosiologi modern, tetapi bukanlah dia yang pantas menyandang gelar Bapak Sosiologi.
Begitu pula dengan Emile Durkheim (meninggal 1917 M). Ilmuwan Prancis yang juga kerap disebut-sebut sebagai pelopor disiplin keilmuan itu juga tidak bisa dikatakan sebagai father of sociology.
Sebab, dasar teori-teori yang dikemukakan Comte maupun Durkheim telah diungkapkan sekitar lima abad sebelumnya oleh seorang sarjana Arab, yakni Ibnu Khaldun.
Bahkan, buah pemikiran ilmuwan Muslim itu masih terasa relevan hingga saat ini. Soyer dan Gilbert mencontohkan, cendekiawan penulis Muqaddimah itu memandang, setiap masyarakat mengalami perubahan dan evolusi sosial.
Dia juga mengambil kesimpulan berdasarkan studinya atas dunia Islam pada waktu itu bahwa tidak ada peradaban yang hidup selamanya.
Pemilik nama asli Abdurrahman bin Muhammad itu merumuskan tahapan-tahapan perkembangan sosial, yakni dari masyarakat kurang-berkembang hingga masyarakat maju.
Sekira 500 tahun kemudian, gagasan yang nyaris identik dengannya disampaikan Comte. Konsep asabiyah yang dikemukakan sosiolog Muslim tersebut juga tidak jauh berbeda dengan solidaritas sosial yang digagas Durkheim. Maka dari itu, Ibnu Khaldun sangat layak dikatakan sebagai salah satukalau bukan satu-satunyaBapak Pendiri Sosiologi.
Terlepas dari perbandingannya dengan Comte atau Durkheim, reputasi dan kontribusi keilmuan Ibnu Khaldun diakui banyak pihak. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer, mengagumi pemikirannya.