Kamis 07 Jul 2022 22:13 WIB

FKUB: Kearifan Lokal Orang Sunda Jadi Penangkal Intoleransi di Jabar

Jabar kayak kearifan lokal sebagai modal untuk menangkal radikalisme dan intoleransi

Ilustrasi kearifan lokal di Jabar. Jabar kayak kearifan lokal sebagai modal untuk menangkal radikalisme dan intoleransi
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Ilustrasi kearifan lokal di Jabar. Jabar kayak kearifan lokal sebagai modal untuk menangkal radikalisme dan intoleransi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG— Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat menyatakankearifan lokal orang Sunda seperti konsep silih asih, silih asah, dan silih asuh menjadi penangkal intoleransi di wilayah Jawa Barat (Jabar).

"Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat, senantiasa merawat kearifan lokal, yang kerap disebut sebagai local wisdom," kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat, Rafani Achyar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga

Silih asih, silih asah, dan silih asuh, juga merupakan salah satu filosofi hidup orang Sunda, yang menjadi perekat keseharian warga Jawa Barat. "Itu pula yang menjadi benteng pertahanan mereka, agar tidak terpapar perilaku intoleransi serta paham radikalisme," kata dia.

Orang Sunda adalah sebutan untuk mereka yang berasal dari Provinsi Jawa Barat dan di berbagai kesempatan, wilayah Jawa Barat, juga dikenal dengan sebutan Bumi Parahyangan.

 

"Jawa Barat itu sangat luas dan sangat padat penduduknya. Secara sosial, sangat heterogen. Warga dari berbagai suku dan agama di Tanah Air, leluasa bermukim di Jawa Barat," kata Rafani.

Meski FKUB didirikan oleh tokoh agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, kata dia, namun pihaknya juga merangkul tokoh Sunda Wiwitan sebagai bagian dari FKUB.

Sejumlah literatur mencatat, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat suku Sunda dan kepercayaan itu telah ada sebelum datang ajaran Hindu, Buddha, dan Islam ke Jawa Barat.

Hingga kini, pengikut Sunda Wiwitan bermukim di wilayah Kasepuhan Ciptagelar Cisolok Sukabumi, Kampung Naga Tasikmalaya, Cigugur Kuningan, Desa Adat Cireundeu Cimahi, dan Kabupaten Bogor.

Rafani menjelaskan kearifan lokal silih asih, silih asah, dan silih asuh misalnya, diterima serta dipahami oleh semua penganut agama dan kepercayaan di Jawa Barat, sebagai perekat sesama.

Dari berbagai diskusi dan interaksi dengan para penganut agama dan kepercayaan di Jawa Barat, Rafani Achyar menyebut, warga meyakini bahwa kearifan lokal tersebut, menjadi salah satu benteng pertahanan warga, agar tidak terpapar perilaku intoleransi serta paham radikalisme.

Meski demikian, hal tersebut diusik oleh sejumlah survei beberapa waktu lalu, yang menyebut bahwa toleransi umat beragama di Jawa Barat, rendah. Ada survei yang mencatat, indeks kerukunan umat beragama di Jawa Barat, menempati posisi tiga terendah secara nasional.

"Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat, menyikapi sejumlah survei tersebut, dengan pikiran terbuka," ujarnya.

Rafani Achyar kemudian menjelaskan, atas nama lembaga, FKUB mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, agar mengadakan survei independen.

Dari hasil survey Balai Litbang Agama Kementerian Agama (Balitbang Kemenag) tahun 2021, Rafani Achyar menyebut, indeks kerukunan umat beragama di Jawa Barat menempati posisi ke-20 secara nasional, bukan tiga terendah.    

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement