REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Zakat (FOZ) menyikapi liputan khusus media terkait fenomena pengelolaan dana kedermawanan sosial keagamaan. FOZ menyatakan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bukan bagian dari organisasi pengelola zakat.
Dalam siaran pers resmi FOZ, selaku asosiasi yang menaungi 196 organisasi pengelola zakat (OPZ) di Indonesia menyatakan beberapa hal. Ketua FOZ, Bambang Suherman, mengatakan, konstruksi regulasi dan mekanisme pengawasan bagi OPZ di Indonesia sangat ketat dan rigid. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, terdapat mekanisme pengawasan yang berlapis (multi-layer) dan melibatkan pemangku kepentingan yang beragam (multi-stakeholders), seperti Kementerian Agama, Baznas, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan lain sebagainya yang turut meminimalkan potensi penyelewengan dana publik serta peluang Conflict of Interest di dalam tubuh organisasi pengelola zakat.
"Forum zakat menyatakan bahwa mekanisme pengawasan OPZ terdiri dari pengawasan internal, mencakup audit internal serta pengawas syariah yang terakreditasi oleh Majelis Ulama Indonesia, kemudian mekanisme pengawasan eksternal yang melibatkan audit kepatuhan syariah oleh Kementerian Agama, serta pelaporan rutin per semester kepada Baznas," kata Bambang dalam siaran pers resmi FOZ yang diterima Republika, Selasa (5/7/2022).
Ia menjelaskan, regulasi juga mewajibkan setiap OPZ untuk diaudit oleh kantor akuntan publik dan mempublikasikannya melalui kanal komunikasi yang tersedia.
FOZ menginformasikan bahwa saat ini telah tersusun dan disahkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang pengelolaan zakat. SKKNI ini sebagai wujud nyata penguatan ekosistem zakat yang menjunjung tinggi transparansi pengelolaan keuangan dan akuntabilitas program serta manajemen organisasi pengelola zakat.
"Penggunaan alokasi dana operasional OPZ diatur sangat ketat mengacu pada Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2020 tentang Amil Zakat, dan Keputusan Menteri Agama Nomor 606 Tahun 2020 tentang Pedoman Audit Syariah yaitu tidak melebihi 1/8 atau 12,5 persen dari jumlah penghimpunan dana zakat dan 20 persen dari jumlah dana infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dalam satu tahun," jelas Bambang.
Ia menyampaikan, FOZ menyatakan konstruksi regulasi, mekanisme pengawasan, kode etik lembaga, serta standar kompetensi tersebut hanya berlaku bagi organisasi pengelola zakat di bawah payung hukum Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Ia menegaskan, di luar entitas tersebut, payung hukum dan mekanisme pengawasan yang dijadikan acuan berbeda serta tidak menjadi bagian dari ekosistem zakat. Dalam hal ini, FOZ menyatakan ACT bukan bagian dari organisasi pengelola zakat.
"Tingkat kepatuhan dan kedisiplinan OPZ terhadap regulasi, mekanisme pengawasan, kode etik, serta standar kompetensi pengelolaan zakat menjadi titik tumpu yang turut menyumbang tumbuh kembangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana kedermawanan publik melalui OPZ. Lebih lanjut, hal ini turut mendukung upaya pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan di pelosok negeri," kata Bambang.
FOZ menyatakan, anggota FOZ dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) (2021) turut berkontribusi kepada masyarakat terdampak Covid-19 di 34 provinsi, dengan total penerima manfaat mencapai 3.05 juta jiwa yang terbagi pada tiga sektor utama. Yaitu sektor UMKM kepada 323.850 jiwa penerima manfaat ekuivalen dengan 32.385 UMKM, sektor kesehatan yang berkontribusi terhadap 763.570 jiwa penerima manfaat, serta sektor perlindungan sosial yang memberikan manfaat kepada 1.969.234 jiwa.
"Pendistribusian yang dilakukan anggota FOZ senantiasa mengacu kepada peraturan dan aspek syariah yang ditetapkan Kementerian Agama dan Baznas," jelas Bambang.
FOZ mengapresiasi kepercayaan dan amanah yang dititipkan masyarakat kepada setiap anggota FOZ yang ada. Semoga hal tersebut dapat terus ditingkatkan seiring dengan upaya peningkatan standar organisasi pengelola zakat dan mutu layanan kepada masyarakat Indonesia secara keseluruhan.