Rabu 18 May 2022 06:16 WIB

Ketua Umum Pemuda Hidayatullah Ajak Milenial Tumbuhkan Kesadaran Membaca

Daya baca merupakan salah satu indikator majunya sebuah bangsa. 

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah, Mas Imam Nawawi.
Foto: Dok Pemuda Hidayatullah
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah, Mas Imam Nawawi.

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN --  Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah, Mas Imam Nawawi, menyentil kesadaran generasi milenial untuk membaca serta mengajak mereka untuk berupaya menumbuhkan minat dan daya baca di tengah gempuran informasi era digital saat ini. 

"Siapa yang menguasai 'peta' maka ia menguasai dunia. Tantangan kita adalah tantangan membaca agar kita berpikir. Dalam konteks era digital, siapa membaca memahami data maka dia menguasai. Inilah tantangan kita," kata Mas Imam Nawawi di Balikpapan, Kaltim, Selasa  (17/5/) malam. 

Hal itu disampaikan Imam saat menjadi narasumber dalam acara NGOPI BAPER (NGObrol PIntar BAwa PERubahan) sebagai bagian dari rangkaian Roadshow Pemuda Hidayatullah Kaltim yang bertepatan dengan peringatan Hari Buku Nasional 17 Mei.

Menurut Imam, rendahnya minat dan daya baca bangsa menjadi salah satu problem yang tak boleh diabaikan. Untuk itu, ia mendorong generasi muda terus menumbuhkan daya baca karena ia merupakan salah satu indikator majunya sebuah bangsa. 

Ia lantas mencontohkan kepeloporan negara Tiongkok dalam minat baca. Dalam hal penerbitan buku Indonesia jauh tertinggal dari negara TIrai Bambu itu. Indonesia hanya 18 ribu buku per tahun. Sedangkan negeri Tiongkok menerbitkan 440 ribu buku per tahun. Bahkan, dia menukil data UNESCO, Tiongkok telah mengungguli Amerika Serikat yang hanya menerbitkan buku 314.912 judul buku per tahun. 

"Kalau kita kemudian mudah dipecah belah dan diprovokasi,  itu boleh jadi memang akibat salah satunya kurang membaca. Kurang  membaca,  maka ukhuwah kita  tidak kuat, mudah dibuat retak dan seterusnya," imbuhnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

photo
Suasana acara NGOPI BAPER (NGObrol PIntar BAwa PERubahan) sebagai bagian dari rangkaian Roadshow Pemuda Hidayatullah Kaltim yang bertepatan dengan peringatan Hari Buku Nasional 17 Mei, di Balikpapan, Selasa (17/5).  (Foto: Dok Pemuda Hidayatullah)

Mengutip  data dari Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, diketahui minat baca masyarakat Indonesia juga rendah yang hanya 0,001 persen. Indonesia berada di urutan 62 dari 70 negara yang disurvei.

Mestinya, terang Imam lebih lanjut, sebagai negara dengan mayoritas Muslim, Indonesia menjadi pelopor dalam minat baca. Namun kenyataannya tak demikian. 

"Kalau beriman kepada Allah dan mengikuti Rasulullah maka membaca adalah hal yang harus diamalkan. Apalagi kita sudah ada pelajaran Alquran yang harus dibaca, dihafal, di-murajaah, dan ditadabbburi. Itu semua adalah membaca," terang  penulis buku Mindset Surga ini. 

Imam menjelaskan, yang disebut membaca adalah “kita menangkap makna, mendapatkan pengertian, dan itu membuat kita mengerti tentang sesuatu. Membaca melibatkan pikiran, perasaan, bahkan keimanan."

Dia menjelaskan, umumnya orang Indonesia tak tertarik membaca karena mereka  hanya melakukan aktivitas melihat huruf. Kelihatannya membaca tapi sebenarnya mereka  hanya melihat lihat. 

"Yang disebut membaca, kita  menangkap makna. Maka, sejauh yang kita lakukan adalah membaca dalam rangka menangkap makna, menyerap intisari pikiran, dan mengembangkan cara berpikir kita menjadi lebih baik,  itulah hakekat  membaca," katanya. 

Imam menegaskan, bangsa Indonesia khususnya generasi muda harus melakukan upaya membaca dengan sebenar-benarnya. 

Dalam pada itu, menurut penulis produktif itu, membaca bukan untuk tahu belaka tapi membaca untuk menjadikan diri kita lebih kuat, baik dalam keilmuan, karakter diri, maupun kebermanfaatan diri termasuk di dalamnya keterampilan. 

"Kalau membaca kita hanya sebatas membaca biasa itu pada akhirnya seperti keluhan banyak mahasiswa yang mengantuk ketika membaca. Minat bacanya bagus seperti kuat baca Whatsapp atau Facebook, tapi ketika berhadapan dengan buku lima  menit dia tidur. Minat bacanya tinggi, daya bacanya rendah," katanya seraya menukil ungkapan pendiri Indonesia Mengajar Anies Baswedan. 

Lebih jauh pria yang menulis setiap hari di website masimamnawawi.com itu mengungkapkan, membaca yang baik adalah yang menjadi kekuatan dalam diri kita. Ia lantas mengemukakan teori Gus Baha, bahwa membaca untuk memahami. 

"Banyak orang membaca untuk menceritakan lagi, bukan membaca untuk memahami. Apa yang kita baca nggak perlu dihafal karena membaca itu bukan menghafal tapi untuk menangkap. Kemudian memanifestasikan, dan karena kita seorang Muslim, maka kita juga mendakwahkan apa yang kita baca," kata Imam. 

Pada kesempatan tersebut Imam juga berbagi kiat menjaga motivasi dan semangat membaca. Bagi Imam, untuk bisa mempertahankan gairah membaca,  maka seseorang harus paham betul bahwa membaca adalah perintah Allah SWT. 

"Berarti kalau kita membaca kita dapat pahala. Kita tahu banyak kebaikan tapi kita tidak mengamalkan, kenapa tidak mengamalkan, karena akal kita tidak menerjemahkan. Kita tahu tapi kita tidak bisa jadikan itu sebagai kekuatan dalam diri kita," katanya berevaluasi. 

Menurut pria yang juga aktif keliling Indonesia itu, ayat Alquran banyak sekalimemerintahkan membaca dengan kosa kata derivatif dari kata iqra' yang pada gilirannya didapati pesan universal agar manusia menggunakan akal budi, hati, dan pikirannya untuk menemukan kebenaran dan memperjuangkannya. 

"Dengan demikian, maka setiap tarikan nafas seorang mukmin aktivitas utama yang dia lakukan adalah membaca. Dengan ia membaca,  ia berpikir sekaligus berdzikir, itulah ulul albab," tandasnya dalam acara yang juga ditayangkan secara live di channel LPPH Gunung Tembak itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement