Rabu 18 May 2022 04:22 WIB

 Mengganti Puasa Orang yang Telah Meninggal, Ini Penjelasannya 

Ada dua pendapat mengganti puasa orang yang telah meninggal.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Berpuasa
Foto: Pixabay
Ilustrasi Berpuasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi orang yang telah meninggal dunia dan memiliki utang puasa, perlukah menggantikan puasanya? terdapat dua pendapat yang menyatakan terkait qadha tersebut. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kyai Ahmad Zubaidi.

"Terkait ini ada dua pendapat, ada pendapat dari kalangan ahlul hadits yang mengatakan bahwa boleh seseorang mempuasakan keluarga yang sudah meninggal dunia yang dia punya hutang puasa dengan landasan ada hadits yang berkaitan dengan itu," kata Kyai Zubaidi pada Selasa (17/5/2022).

Baca Juga

Kyai Zubaidi mengatakan, Pendapat yang kedua tidak boleh. Hal ini karena ada hadits juga yang menyatakan bahwa tidak boleh digantikan dengan yang lain, terkait dengan sholat, dan puasa. Dia mengatakan, ini dua hadits yang bertentangan dan kalangan ahli fiqih kebanyakan mengatakan tidak diperkenankan digantikan dengan orang lain, tapi dengan membayar fidyah.

"Dua pendapat ini termasuk dalam mazhab syafi'i harus membayar fidyah oleh keluarganya itu, jadi ada dua pendapat itu," kata Kyai Zubaidi. 

Kyai Zubaidi menjelaskan, pendapat pertama, yakni dibolehkan mengganti puasa untuk orang lain yang meninggal dunia muncul dari kalangan ulama-ulama ilmu hadis. Pandangan hukum ini disandarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan utang puasa, maka walinya harus berpuasa untuk membayarkan utangnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu dia mengatakan, ada juga redaksi hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang menceritakan kedatangan seseorang untuk bertanya perihal qadha puasa kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha puasanya atas nama dirinya?' Rasulullah lantas bersabda, 'Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?' 'Ya', jawabnya. Beliau lalu bersabda, 'Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.' (HR. Bukhari dan Muslim).

Dia mengatakan, pendapat kedua, yakni dicukupkan melunasi utang puasa dengan cara membayar fidyah diungkapkan sebagian besar ulama fikih. Termasuk, ulama Mazhab As-Syafiiyah dengan berlandaskan hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam,

“Janganlah kamu melakukan salat untuk orang lain, dan jangan pula melakukan puasa untuk orang lain. Tetapi berilah makan (orang miskin) sebagai pengganti puasa, satu mud hinthah untuk sehari puasa yang ditinggalkan.” (HR. An-Nasa’i)

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement