Senin 02 May 2022 08:55 WIB

Idul Fitri dan Gagasan Puasa Global     

Idul Fitri merupakan salah satu syiar Islam yang agung pasca-Ramadhan

Ilustrasi eksploitasi alam. Idul Fitri merupakan salah satu syiar Islam yang agung pasca-Ramadhan
Foto:

Oleh : Syadeli, alumni PMII

Terlebih bila kemesraan sosial di negara-negara maju tergerus oleh kesibukan setiap warganya dalam mencangkul. Keadaan demikian membuat komunitas tidak lagi memiliki kepekaan satu sama lain. Kita juga tidak akan menjumpai sapaan mesra antar tetangga, atau kendurian masal yang mengetengahkan tema keagamaan dan kemanusiaan. 

Ruang interaksi semacam itu jangan diharapkan ada ditengah arus pengabdian komunitasnya yang hanya terfokus pada hasrat untuk mengejar cita-cita materil (mencangkul).

Suatu cita-cita yang tidak hanya dilakukan didalam lingkup keluarga melainkan juga meluas pada lingkup negara. Pengerukan sumber daya untuk menopang industri merupakan ciri dari ketiadaa kontrol terhadap ambisi yang tidak terkendali. 

Kita juga harus melihat kemajuan yang direngkuh negara-negara Barat sebagai sesuatu yang tidak berdiri secara utuh diatas kreatifitas dan ketekunan warga bangsanya. Melainkan terdapat hubungan historis yang tidak terputus dari perilaku sebagian besar bangsa Barat, terutama yang merujuk pada tindakan kolonialisasi (perampokan) yang pernah mereka lakukan di masa lalu. 

Perampokan global semacam itu tidaklah hilang, tetapi berubah wujud melalui eksploitasi dan penetrasi ekonomi dibawah penekanan terhadap sistem dan kebenaran versi Barat. Ini memperlihatkan  bahwa dunia barat bukan hanya tidak cukup mampu untuk menanggulangi ancaman perubahan iklim, tetapi juga tidak cukup mampu untuk mengendalikan ambisi ekploitasi demi kepentingan industrinya. 

Sehingga kita sampai pada kesimpulan sementara bahwa  negara Barat khususnya dan negara industri besar pada umumnya, mungkin belum cukup mampu untuk diajak menjalani puasa global.

Sebab bila mereka mampu tidak mungkin rasanya bila Konferensi COP-26 di Skotlandia tahun lalu menuai banyak kritik. Kritik yang disebabkan oleh tidak adanya rencana ambisius dari sejumlah negara besar untuk mengurangi emisi karbon dan menihilkan penggunaan bahan bakar (batu bara) yang menjadi kontributor utama ancaman perubahan iklim. 

Barangkali inilah momentum yang tepat bagi Indonesia yang sedang memegang keketuaan (presidensi) G20 untuk mengajak dunia dalam memprioritaskan rencana kebijakan dengan skala multigenerasi. Yakni suatu kebijakan yang didasari komitmen untuk mendesain kehidupan bagi generasi berikutnya yang lebih stabil dan bersahabat. 

Sebagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia jelas mengenal bagaimana konsep puasa tidak hanya diaktualisasikan dalam skala personal, melainkan juga dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas.

 

Puasa sebenarnya antitesa dari seluruh kegiatan manusia dan negara industri maju agar tidak hanya mengenal budaya untuk melampiaskan (eksploitasi), melainkan juga mengenal bagaimana menerapkan budaya menahan dan mengendalikan (sumber daya) demi kepentingan jangka panjang.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement