Senin 02 May 2022 08:55 WIB

Idul Fitri dan Gagasan Puasa Global     

Idul Fitri merupakan salah satu syiar Islam yang agung pasca-Ramadhan

Ilustrasi eksploitasi alam. Idul Fitri merupakan salah satu syiar Islam yang agung pasca-Ramadhan
Foto:

Oleh : Syadeli, alumni PMII

Tetapi barangkali yang menjadi poin terpenting dari  konsep-konsep tersebut ialah adanya penekanan terhadap pergeseran nilai yang menurut Herrington sebagai komitmen yang tidak bisa ditawar. Pergeseran nilai dimaksud bisa bermakna luas.

Herrington dan para peniliti MIT yang menyusun The Limits to Growth (1972) mungkin ingin mengatakan secara terbuka bahwa budaya  “melampiaskan” sebagai ciri yang melekat dalam perindustrian modern harus segera diganti dengan budaya “pengendalian” global.  

Puasa global 

Mengubah paradigma dari kebiasaan melampiaskan menuju budaya untuk menahan dan mengendalikan ialah perjalanan spiritual. Itu adalah puasa. Dalam konteks  ini bisa kita istilahkan ini sebagai puasa global. Tetapi bisakah dunia berpuasa untuk mengambil jarak dari kecanduan penambangan keuntungan industri yang telah berlangsung berabad-abad lamanya? 

Sederhananya bila dunia yakin penurunan hasil industri dan konsumsi sebagai problem yang tidak terlalu mengerikan dibanding ancaman perubahan ikilm dan kelangkaan pangan, maka dunia punya kans untuk berpuasa.  Sulitnya adalah masalah konsumerisme sendiri sebenarnya bersifat sangat akut, struktural dan bersifat luas yang mencakup skala negara hingga menyentuh skala terkecil unit keluarga. 

Sekarang ini tidak ada satu negara dan satu unit keluarga didunia ini yang betul-betul mempunyai cita-cita ideal selain melayani kebutuhan konsumsi dan menumpuk kekayaan. Budayawan Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun) menyebutnya sebagai budaya mencangkul untuk menganalogikan dua budaya lain yang juga penting tapi terabaikan seperi budaya pedang dan keris. 

Cangkul, pedang, dan Keris adala tiga benda yang punya makna sendiri-sendiri. Cangkul mengandung makna yang letaknya pada fungsi ekonomi. Pedang pada dimensi kepemimpinan.

Sedangkan keris pada aspek kemuliaan dan kebijaksanaan. Ketiganya penting untuk diharmonikan. Tetapi justru yang menjadi pemandangan sehari-hari ialah adanya dominasi cangkul yang menjalar dan menguasai kewibawaan pedang dan melunturkan kemuliaan keris. 

Dalam skala terkecil, setiap individu habis-habisan mencari ilmu atau mengejar jabatan yang muaranya hanya untuk kaya dan berkuasa. Dalam lingkup yang lebih besar, semua negara berlomba mengejar titel negara maju yang dicitrakan oleh kekayaan ekonomi dan juga pengaruh politiknya (berkuasa). 

Hal ini karena memang pada hakikatnya semua negara didunia ini tengah berlomba-lomba mencangkul. Mereka  mengejar cita-cita kemajuan yang parameternya kejayaan materil.

Meskipun ada anggapan bahwa kemajuan ekonomi berkorelasi nyata terhadap kesejahteraan masyarakatnya sehingga dapat menciptakan masarakat yang  teratur. Tetapi kekayaan dan keteraturan yang direngkuh dunia barat jangan membuat kita menterjemahkannya sebagai kemajuan peradaban bersifat final.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement