REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengadakan pengarahan untuk koresponden asing pada 24 April, sepekan sebelum akhir Ramadhan. Lapud mengumumkan Israel berkomitmen pada status quo di Temple Mount.
"Muslim berdoa (sholat) di Temple Mount (sebutan Yahudi untuk kompleks Masjid Al-Aqsa), sedangkan non-Muslim hanya berkunjung. Tidak ada perubahan, tidak akan ada perubahan dan kami tidak memiliki rencana untuk membagi Temple Mount di antara agama dan kepercayaan," ujar Lapid seperti dikutip dari laman Al-Monitor, Selasa (26/4/2022).
Pengarahan ini dilakukan setelah akhir pekan yang menegangkan di Masjid Al Aqsa, terjadi kerusuhan pada 22 April antara pemuda Palestina dan pasukan keamanan Israel. Warga Palestina yang bertopeng melemparkan batu dan petasan, kemudian polisi Israel membubarkan demonstrasi dengan granat kejut dan cara yang lain.
Untuk pertama kalinya, polisi Israel menyerang dengan menggunakan drone untuk menembakkan granat gas air mata di dalam kompleks. Serangan ini disiarkan dari Al-Aqsa melalui jejaring sosial di seluruh dunia Arab, termasuk Israel.
Partai Muslim Ra'am membekukan keanggotaannya dalam koalisi dan aktivitasnya di Parlemen Israel Kneset. Pada 21 April, Yordania menjadi tuan rumah pertemuan darurat para menteri luar negeri Arab untuk membahas situasi di Yerusalem. Beberapa roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Protes pecah di beberapa komunitas Arab di Israel seperti Umm al-Fahm, dimana puluhan warga memprotes konflik tersebut. Demonstrasi tersebut menimbulkan vandalisme dan lemparan batu saat polisi membubarkannya. Wali Kota Samir Muhamid tiba di tempat kejadian untuk menghadapi para pengunjuk rasa dan mengirim mereka pulang. Lebih banyak protes terjadi di luar Israel dengan puluhan orang berbaris di luar Konsulat Israel di New York.
Serangan ini mengingatkan kembali pada memori Operasi Penjaga Tembok pada Mei 2021. Konflik saat itu, yang juga pecah menjelang akhir Ramadhan juga dimulai dengan kerusuhan di Yerusalem dan Al-Aqsa. Operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang luas mengorbankan Jalur Gaza dan beberapa kota campuran di Israel seperti Lord, Ramle, dan Acre.
Ada juga intifada kedua di dalam otoritas Palestina dan peristiwa Oktober 2000 di Israel yang pecah setelah ketua Partai Likud saat itu Ariel Sharon mengunjungi kompleks masjid. Peristiwa tersebut menekankan pentingnya Masjid Al-Aqsha tidak hanya bagi publik Arab di Israel dan otoritas Palestina, tetapi seluruh dunia Arab.
Direktur Aman Center yang melawan kekerasan di Komunitas Arab, Reda Jaber memberikan pernyataan kepada Al-Monitor.
"Ada anggapan yang terlalu rendah di antara komunitas Yahudi di Israel tentang pentingnya emosional dan identifikasi yang mendalam dari Masjid Al-Aqsa bagi Muslim dan Arab pada umumnya dan Palestina secara khusus. Meremehkan ini sangat berbahaya, karena di luar kepentingan agana yang menjadi faktor signifikan, Masjid Al-Aqsha juga memiliki dimensi yang dalam bagi identitas nasionalnya. Persamaannya adalah Anda mengambil Masjid Al-Aqsa, Anda mengambil inti dari identitas mereka," ujarnya.
Mantan imam Masjid Al-Jazer di Acre, Syekh Samir Assi mengamati pembicaraan dengan Al-Monitor. "Masjid Al-Aqsa bisa dianggap sebagai masjid terpenting ketiga dalam Islam setelah Masjid Al-Haram di Mekah dan Masjid Nabi Muhammad SAW di Madinah. Itulah sebabnya kami menyaksikan kurangnya pengendalian diri di antara umat Islam di semua yang berhubungan dengan kompleks Masjid Al-Aqsha. Muslim harus diizinkan berdoa di tempat ibadah mereka dengan damai," katanya.
Sementara itu, Syekh Kasem Bader dari Kepercayaan Druze juga berbicara menentang kerusuhan dalam sebuah wawancara berita.
"Dengan hak apa mereka menyerang Masjid Al-Aqsha?mengapa mengganggu seseorang yang sedang berpuasa dan shalat?biarkan dia dalam damai dan biarkan dia menjalankan kebebasan beragamanya. Kami tidak melihat pemuda Muslim atau Kristen mendekati tembok barat untuk berdoa," ujarnya.
Beberapa komunitas Arab dan dunia Arab juga mengecam para pemuda bertopeng yang bersembunyi di dalam masjid, melempar batu atau bermain olahraga sepak bola di dalam masjid. Sebab, tindakan ini melanggar kesucian masjid.