REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengasuh Pondok Pesantren Integrasi Quran (PPIQ)-368, Bandung, KH Iskandar Mirza, mengaku tidak setuju dengan pendapat Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan "haram" mendirikan negara seperti Nabi Muhammad SAW. Pernyataan Mahfud di Masjid UGM viral di media sosial dan banyak beragam respon.
"Saya kurang setuju jika Prof. Mahfud menyimpulkan, kemudian mengambil istinbath hukum "haram" mendirikan negara seperti Nabi. Seakan-akan hal ini melanggar hukum Allah dan Rasulnya," kata KH Iskandar Mirza saat diminta pendapatnya, Senin (18/4).
Sebelum memberikan pendapatnya, dosen Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung ini mengaku telah membaca dan mendengarkan kesimpul dari statemen Prof Mahfud MD di internet. "Ahamdulillah saya sudah membaca tulisan dari konklusi pernyataan Prof. Mahfudz di internet, saya juga telah mendengarkan secara langsung hasil kajian dari Prof Mahfud MD di Masjid kampus UGM, melalui video lengkapnya," ujar dia.
Mahfud MD Haramkan Bentuk Negara Seperti yang Dibentuk Nabi, Begini Penjelasannya
Master Trainer di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Motivasi Spiritual Qurani (MSQ) ini mengatakan, pendapatnya ini sebagai bentuk kritisi pemikiran dan bantahan ilmiah, benarkah membangun Negara Islam itu hukumnya haram? Kiai Mirza mengatakan, setelah mendengar langsung dari uraian Prof Mahfud ini, setidaknya ada dua alasan menurut Mahfud tentang haramnya membuat negara itu sendiri.
"Pertama, bahwa membuat negara Islam merupakan bagian dari ajaran agama. Kedua, menurut prof. Mahfudz negara itu diperbolehkan dibangun, agar kita dapat menjalankan ibadah dari agama yang kita yakini ini dengan baik," katanya.
Namun, dari statetmen itu, tiba-tiba Prof Mahfud MD memberikan pendapat bentuk negara Islam seperti nabi (negara Islam) humumnya haram. Akan tetapi jika bentuknya negara Islami boleh. "Menurut saya sah-sah saja sebenarnya membangun
negara Islam seperti ala Nabi," kata dia.
Dia menilai, alasan Mahfud jika saat ini tidak ada manusia sekaliber seperti Nabi Muhammad, yang langsung menerima wahyu dari Allah SWT untuk menyelesaikan suatu persoalan kurang tepat dalam mengambil istimbath (putusan hukumnya). Jika Alasan pelarangannya disebabkan ketiadaan manusia seperti Nabi, maka hukumnya bukan haram, tapi mustahil. Karena memang sampai kiamatpun, tidak akan pernah ada manusia seperti Nabi (khotamannabiyyin).
"Memang mustahil kita dapat mendirikan negara seperti Nabi, karena memang negara yang dipimpin oleh Nabi saat itu memang berdiri kokoh berdasarkan Wahyu," kata dia.
Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah, pakah bisa Negara Islam itu bisa dibentuk? "Sebenarnya bisa saja, kenapa?. Pertama, negara indonesia ini menurut Prof. Mahfud lahir dari titik temu kesepakatan alim ulama dan tokoh nasional saat itu," katanya.
Kiai Mirza mengatakan, mungkin saja suatu saat ada kesepakatan ulama dan tokoh-tokoh nasional yang paham betul tentang konsep negara Islam, yang sesuai konsep kekinian dengan perkembangan zaman, lalu muncul kesepakatan bersama dengan keinginan rakyat, terbentuk negara Islam, ini jika bicara "kemungkinan" apalagi jika didasarkan pada konsep "taqdir".
Dia mencontohkan, saat ini negara eropa dan barat telah melahirkan Undang-undang Anti Islam fobia. Padahal dahulu mereka sangat membenci Islam. Lalu kenapa saat ini undang undang itu bisa dilahirkan dan disepakati?"Itulah kesepakatan, sama seperti hukum fiqih dalam Islam dapat berkembang sesuai dengan kondisi dan keadaan zaman," kata dia.
Keberhasilan undang undang anti islam fobia itu berhasil digolkan, karena issue Islam radikal dan Islam teroris tidak terbukti secara nyata, bahkan berbanding terbalik antara issue dan kenyataannya. Sekarang banyak dimunculkan term-term Islam damai rahmatan lil 'alamien yang sesungguhnya, muncul bukti kongkrit agama Islam yang hanif, yang lurus, tidak benar issue agama Islam itu didirikan berdasarkan pedang, peperangan atau didirikan berdasarkan, kekerasan.
KH Mirza mengatakan, bahwa negara kita Indonesia ini merupakan negara titik temu, ada istilah mitsaqan ghalidza ( ikatan yang kuat perjanjin), artinya masyarakat telah mengakui bahwa falsafah negara kita adalah Pancasila yang sesuai dengan syariat.
"Dan yang harus dipahami bahwa ketika sila pertama dari Pancasila yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebenarnya kalau mau serius dikaji, dihayati, dengan tidak menghilangkan sila pertama pada Piagam Jakarta misalnya, maka, sesungguhnya semua isi dari Pancasila itu suka atau nggak suka berdasarkan bimbingan wahyu juga itu," katanya.
Artinya kata KH Mirza bahwa negara itu tidak boleh lepas dari konsepsi agama. Adapun jika alasannya bahwa haramnya itu disebabkan karena dulu nabi memerintah negara di bawah bimbingan wahyu, maka tidak tepat mengatakan haram mendirikan negara seperti nabi.
"Kalau nabi mengatakan "kutinggalkan" itu bukan kemudian untuk ditinggalkan, ditinggalkan ajarannya bukan, tetapi maksudnya ditinggalkan itu maksudnya sebagai warisan, ditinggalkannya sebagai wasiat," kata dia.
"Nah yang saya belum paham, bagaimana cara Pak Mahfud mengambil putusan "Haram" membuat Negara Islam? Haramnya dimana?, inikan membutuhkan kajian yang mendalam oleh berbagai lapisan. Karenanya pernyataan Prof. Mahfud tidak dapat dikatakan putusan hukum mengikat, apalagi sifatnya infirodi (tunggal) bukan ijma',"tambah dia.