REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemiskinan masih menjadi permasalahan mental yang menerpa umat. Selama pandemi, kita bisa menyaksikan dengan kasat mata tumbuhnya jumlah gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di sekitar kita.
Mereka memenuhi masjid-masjid saat Jumat dan perayaan hari besar keagamaan tiba. Tak jarang di antaranya yang membawa bayi dan balita.
Padahal, ajaran Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk hidup dalam kubangan kemiskinan. Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan menjelaskan, tidak ada satu pun ayat Alquran yang memuji kemiskinan dan tak sebaris hadis shahih Rasulullah SAW yang memuja perilaku hidup tersebut. Islam memang mengajarkan hidup zuhud, tetapi bukan berarti miskin.
Zuhud bukan dimaknai mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, zuhud menurut Hasan bin Ali bin Abi Thalib seperti ditukil Ibnul Qayyim Al Jauziyah jika engkau meyakini bahwa apa yang ada di tangan Allah itu lebih baik daripada apa yang ada di tanganmu dan jika ada musibah yang me nimpamu, pahala atas musibah itu lebih engkau sukai daripada tidak tertimpa musibah sama sekali.
Karena itu, orang zahid adalah mereka yang memiliki dunia, tetapi meletakkannya di tangan, bukan di dalam hatinya. Islam melihat kemiskinan sebagai masalah yang harus diatasi.Kemiskinan bahkan bisa mengakibatkan kekafiran.
Masih terngiang di benak kita bagaimana di beberapa daerah di Indonesia dahulu, orang Islam bisa berpindah keyakinan hanya karena mi instan. Hal ini merupakan akibat kemiskinan yang seakan menjadi tradisi.