Menurut Gus Yahya, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi masa-masa yang penuh ketidakpastian dan penuh kejutan. Di era desrupsi ini, kata dia, begitu banyak kejutan-kejutan yang muncul dan menggoyang kemapanan-kemapanan yang ada.
“Saat kita sedang optimis mengejar kemakmuran ekonomi, tiba-tiba ada pandemi. Saat kita sedang berusaha menjalin perdamaian yang lebih lestari di antara berbagai bangsa, tiba-tiba meletus perang Rusia-Ukraina. Entah di masa depan ini akan ada kejutan apalagi,” kata Gus Yahya.
“Tidak mungkin kita mampu bertahan dari berbagai macam ketidakpastian itu apabila kita tidak memiliki keluwesan dan keuletan untuk menghadapinya,” jelas dua.
Gus Yahya melanjutkan, ada satu lagi pelajaran yang sangat penting dari Sriwajaya sebagai sebuah kerajaan yang lahir dan tumbuh di atas fasilitas kemewahan alamnya. Menurut dia, Sriwijaya memang bukan peradaban pantai, tapi ada di tengah-tengah pulau.
Kendati demikian, menurut dia, Sriwijaya mampu mengembangkan peradaban martim. Karena, kemewahan Sungai Musi yang begitu lebar dan dalam, mampu difungsikan sebagai pintu gerbang Sriwijaya ke seluruh dunia.
“Mari kita lihat sekeliling kita, bangsa ini dikaruniai kemewahan alam yang luar biasa. Kalau bangsa ini tidak bisa menjadi makmur dan sejahtera, ini tidak masuk akal. Karena, bangsa ini luar biasa kaya dengan kemewahan alamnya,” ujar Gus Yahya.
Selain itu, tambah dia, ada juga pelajaran penting dari keruntuhan Sriwijaya, di mana setelah tujuh abad kemudian Sriwijaya gagal dalam merawat kemewahan alamnya, yaitu ketika sedimentasi Sungai Musi semakin tebal, sehingga sungai itu menjadi semakin dangkal.
Akhirnya, Sriwijaya tidak mampu berbuat apa-apa lagi karena aksesnya menjadi semakin tertutup. Setelah mulai melemah, akhirnya Sriwijaya tepaksa harus mundur dari panggung sejarah. “Itulah sebabnya, saya ingin tekankan bahwa kita semua, bukan hanya bangsa Indonesia, tapi seluruh umat manusia, tidak akan mampu bertahan di dunia ini kalau kita tidak mampu merawat alam,” jelas Gus Yahya.
Sebelumnya, PBNU juga memperingati Harlah NU di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Balikpapan Kalimantan Timur, di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur, dan di Bangkalan Madura. Pemilihan lokasi peringatan Harlah NU di luar Jawa ini mempertegas bahwa NU tidak hanya berperan di Jawa saja, tapi juga di luar Jawa.
Baca juga: 3 Tanda yang Membuat Mualaf Eva Yakin Bersyahadat
Wakil Sekretaris PWNU Aceh, Hardono Asnawi yang hadir di lokasi berharap, Harlah NU yang digelar di luar Jawa ini menjadi momentum untuk menyejahterakan warga Nahdliyin, khususnya di tanah Sumatra.
“Saya pikir momentum ini harus digunakan sebaik mungkin agar masyarakat di luar Jawa merasakan program-program dari PBNU, khususnya program ekonomi,” kata Hardono di sela-sela acara.
Dalam acara Harlah di Sumatra Selatan ini, PBNU sengaja mengangkat tema “Lestari Alamnya, Sejahtera Petaninya” sebagai fokus gerakan kepengurusan PBNU untuk mendorong kesejahteraan ekonomi warga Nahdliyin dan menjaga keberlanjautan kelestarian lingkungan.