Selasa 22 Feb 2022 17:29 WIB

Pembangunan Bendungan Bener dan Konsekuensinya Menurut Hukum Islam

Pembangunan Bendungan Bener dinilai sudah sesuai dengan hukum Islam

Pembangunan Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Bendungan Bener, Purworejo ini masuk dalam proyek strategis nasional. Biaya membangun bendungan berasal dari APBN-APBD senilai Rp2,06 triliun. Bendungan ini akan memiliki kapasitas sebesar 100.94 meter kubik, diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15.069 ha, mengurangi debit banjir sebesar 210 M kubik per detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 MW.
Foto:

Oleh : Gus Muhammad Faqih Jauhari, pengurus Lembaga Bahtsul Masail Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Bener

Ketika itu mereka harus melebarkan Masjid Nabawi. Hal ini tertera dalam kitab  Ahkam al-Sulthaniyah karya Syekh Abu Hasan Al Mawardi: 

فَلَمَّا اسْتُخْلِفَ عُمَرُ. وَكَثُرَ النَّاسُ وَسَّعَ الْمَسْجِدَ وَاشْتَرَى دَوْرًا هَدَمَهَا وَزَادَهَا فِيْهِ وَهَدَمَ عَلَى قَوْمٍ مِنْ جِيْرَانِ الْمَسْجِدِ أَبَوْا أَنْ يَبِيْعُوْا وَوَضَعَ لَهُمْ اْلأَثْمَانَ حَتَّى أَخَذُوْهَا بَعْدَ ذَلِكَ وَاتَّخَذَ لِلْمَسْجِدِ جِدَارًا قَصِيْرًا دُوْنَ الْقَامَةِ وَكَانَتْ الْمَصَابِيْحُ تُوْضَعُ عَلَيْهِ

وَكَانَ عُمَرُ أَوَّلَ مَنْ يَتَّخِذُ جِدَارًا لِلْمَسْجِدِ. فَلَمَّا اُسْتُخْلِفَ عُثْمَانُ. اِبْتَاعَ مَنَازِلَ فَوَسَّعَ بِهَا الْمَسْجِدَ وَأَخَذَ مَنَازِلَ أَقْوَامٍ وَوَضَعَ لَهُمْ أَثْمَانَهَا فَضَجُّوْا مِنْهُ عِنْدَ الْبَيْتِ فَقَالَ :  إِنَّمَا جَرَأَكُمْ عَلَيَّ حِلْمِيْ عَنْكُمْ فَقَدْ فَعَلَ بِكُمْ عُمَرُ. هَذَا فَأَقْرَرْتُمْ وَرَضِيْتُمْ ثُمَّ أَمَرَ بِهِمْ إِلَى الْحَبْسِ حَتَّى كَلَّمَهُ فِيْهِمْ عَبْدُ اللهِ بْنِ خَالِدِ بْنِ أَسَدٍ فَخَلَّى سَبِيْلَهُمْ

Ketika sahabat Umar bin Khattab RA diangkat sebagai Khalifah dan jumlah penduduk semakin banyak, dia memperluas Masjid Nabawi dengan membeli rumah warga sekitar dan merobohkannya. 

Lalu dia menambah perluasannya dengan merobohkan (bangunan) penduduk sekitar masjid yang enggan menjualnya. Beliau lalu memberi harga tertentu sehingga mereka mau menerimanya. 

Ketika sahabat Utsman RA diangkat sebagai khalifah, dia lalu membeli rumah-rumah (untuk perluasan mesjid Nabawi). Beliau mengambil rumah-rumah penduduk dan menetapkan harganya. Mereka lalu berdemo di kediamannya. 

Beliau lalu berkata: “Sungguh kesabarankulah yang membuat kalian berani terhadapku, sungguh hal ini pernah dilakukan Umar terhadap kalian, dan kalian menyetujuinya.” 

Lalu beliau memerintahkan memenjarakan mereka, sampai Abdullah bin Khalid bin Asad berbicara kepadanya, dan dia melepas mereka kembali. 

Dari kisah tersebut, bisa kita simpulkan juga, pemerintah legal untuk mengakuisi tanah dalam rangka pembangunan meskipun pemilik tanah menolak, asalkan demi kemaslahatan, apalagi dalam setiap pembebasan lahan pemerintah selalu menghargai tanah warga dengan tinggi diatas harga keumumannya, sesuai apa yang termaktub dalam kitab Hasyiyah al-Dasuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir:

وَأَمَّا لَوْ أُجْبِرَ عَلَى الْبَيْعِ جَبْرًا حَلاَلاً كَانَ الْبَيْعُ لاَزِمًا كَجَبْرِهِ عَلَى بَيْعِ الدَّارِ لِتَوْسِعَةِ الْمَسْجِدِ أَوِ الطَّرِيْقِ أَوِ الْمَقْبَرَةِ

“Adapun jika dipaksa untuk menjual dengan pemaksaan yang halal, maka penjualannya sah sebagaimana pemaksaan menjual tanah untuk perluasan masjid, jalan umum atau kuburan.” 

Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam

Kendati demikian, yang penting ditekankan di sini adalah, hendaknya Pemerintah menghindari cara-cara represif. Langkah musyawarah dan pendekatan jauh lebih utama dan tepat untuk berkomunikasi dengan warga.

 

Di sisi lain pula, hendaknya penting menhindari provokasi oknum tak bertanggungjawab yang justru bisa memperkeruh suasana. Semoga persoalan Desa Wadas cepat selesai dan muncul mufakat.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement