Selasa 15 Feb 2022 07:46 WIB

Moderat adalah Sifat yang Melekat pada Umat Islam, Ini Penjelasannya

Islam adalah agama yang tekankan pola moderat dalam setiap lini kehidupan

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam Ilustrasi. Islam adalah agama yang tekankan pola moderat dalam setiap lini kehidupan
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Umat Islam Ilustrasi. Islam adalah agama yang tekankan pola moderat dalam setiap lini kehidupan

REPUBLIKA.CO.ID, Istilah Moderasi Islam atau wasathiyatul Islam sejatinya adalah ajaran Islam yang memiliki dasar kuat dalam Alquran. 

Pakar tafsir Alquran yang juga alumni Universitas Al Azhar Mesir, TGB Muhammad Zainul Majdi menjelaskan wasathiyyah merupakan sifat yang melekat pada umat Islam. Kata ini merujuk pada surat Al Baqarah ayat 143 di mana terdapat kata ummatan wasathan. 

Baca Juga

TGB, begitu akrab disapa, menjelaskan menurut Imam Thabari ummatan wasathan itu adalah umat yang selalu berusaha memberi atau melakukan yang terbaik dalam setiap amal perbuatannya (khiyaron), serta umat yang bersikap adil dan proporsional dalam kehidupan (udula)

"Wasathiyah itulah esensi Islam. Jadi kalau ada orang bicara moderasi beragama, maka esensi sebenarnya adalah bagaimana menghadirkan wasathiyah itu dalam kehidupan," kata TGB saat mengisi kajian dhuha di Masjid Agung Sunda Kelapa beberapa waktu lalu. 

Lebih lanjut mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengatakan dalam Islam terdapat tiga ruang yakni aqidah, ubudiah atau ritual ibadah, dan muamalah. 

Akidah dan ritual ibadah memiliki prinsip yang tegas dan jelas dengan mengikuti Alquran dan hadits atau sesuai petunjuk Nabi Muhammad SAW.  Semisal seorang Muslim wajib beriman sebagaimana rukun iman atau melaksanakan sholat maktubah, tidak menguranginya dan tidak menambahnya. 

Lain halnya dengan muamalah di mana manusia dapat berkreasi dan berinovasi (al ijtihadu wal ibda') semisal dalam urusan perniagaan, politik, sosial budaya, dan lainnya. Maka menurut TGB, perkara yang seharusnya berada di ruang muamalah tidak boleh dimasukkan kepada akidah atau ibadah. 

"Seperti urusan politik berbeda, maka tidak boleh kita bilang itu yang beda (pilihan politiknya) imannya lemah, atau kurang komitmen pada agama. Seakan setiap yang berbeda itu bukan bagian. Padahal sama-sama anak bangsa, sama Islamnya. Tapi tidak kelihatan kesamaan itu karena kita mendudukkan tidak pada tempatnya. Dalam ruang muamalah, seribu satu perbedaan itu adalah khazanah dan kekayaan," katanya.

Karena itu TGB mengajak umat untuk memahami wasathiyatul Islam dan menggunakan untuk membangun tatanan masyarakat yang lebih nyaman dan rileks sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat di Madinah. 

Di mana masyarakatnya memiliki kecintaan terhadap kebaikan, mengerjakan amal saleh dan pada saat yang sama menerima beragam perbedaan untuk hidup dan berkembang.     

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement