REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Negara bagian India Selatan membuka kembali beberapa sekolah setelah pertikaian larangan jilbab. Sekolah-sekolah mulai dibuka pada Senin (14/2/2022), menyusul protes pekan lalu atas siswa perempuan yang tidak diizinkan mengenakan jilbab di kelas.
Larangan itu dilakukan oleh kelompok Hindu garis keras dari Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi sebagai upaya untuk mengesampingkan minoritas Muslim.
Polisi berjaga-jaga ketika siswa berseragam merah muda, sekitar selusin mengenakan jilbab, memasuki sekolah putri pemerintah tempat masalah pertama kali berkobar di distrik Udupi negara bagian Karnataka, sekitar 400 km (248 mil) dari pusat teknologi Bengaluru.
Pihak berwenang telah melarang pertemuan lebih dari lima orang dalam jarak 200 meter (650 kaki) dari lembaga pendidikan di daerah tersebut, yang telah memulai kelas dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, meskipun kelas yang lebih tinggi dan perguruan tinggi masih ditutup.
Langkah itu dilakukan setelah pengadilan negara bagian, yang menggelar sidang pada Senin, mengatakan kepada siswa untuk tidak mengenakan pakaian keagamaan apa pun, mulai dari selendang safron hingga syal atau jilbab, di ruang kelas sampai perintah lebih lanjut.
“Apakah mengenakan jilbab di ruang kelas merupakan bagian dari praktik keagamaan Islam yang penting dalam kaitannya dengan jaminan konstitusional memerlukan pemeriksaan yang lebih dalam," kata pengadilan dalam perintah sementara pekan lalu dilansir dari Alaraby, Selasa (15/2/2022).
Masalah ini menjadi sorotan menyusul protes pekan lalu setelah beberapa sekolah menolak masuknya siswa yang mengenakan pakaian tersebut, yang dianggap melanggar perintah 5 Februari tentang seragam oleh negara, yang diperintah oleh BJP Modi.
Partai tersebut memperoleh dukungannya terutama dari komunitas mayoritas Hindu, yang membentuk sekitar 80 persen dari populasi India yang berjumlah sekitar 1,4 miliar, sementara Muslim menyumbang sekitar 13 persen.
Seorang siswa di Udupi, Ayesha Imthiaz, mengatakan sangat memalukan diminta melepas jilbab sebelum masuk kelas. Aturan tersebut seolah menghina agamanya dan parahnya aturan itu dibangun di atas lembaga pendidikan yang suci.
“Agama saya telah dipertanyakan dan dihina oleh tempat yang saya anggap sebagai kuil pendidikan," katanya kepada Reuters pada akhir pekan.
Seorang pejabat di distrik pesisir Udupi, Pradeep Kurudekar S, mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang akan menunggu perintah lebih lanjut dari pengadilan atau pemerintah untuk melanjutkan semua kelas.
Masalah ini mendorong ekspresi dukungan untuk gadis dan wanita Muslim dari pemerintah Amerika Serikat dan peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai.
Sumber: alaraby