Selasa 08 Feb 2022 12:04 WIB

Operasi Kelamin Jadi Transgender, Ini Penjelasan Komisi Fatwa MUI  

Islam tidak mengakui perubahan kelamin dari laki-laki tulen ke wanita

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi trasgender. Islam tidak mengakui perubahan kelamin dari laki-laki tulen ke wanita
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Ilustrasi trasgender. Islam tidak mengakui perubahan kelamin dari laki-laki tulen ke wanita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polemik tentang transgender dan mengubah kelamin dari pria menjadi wanita atau sebaliknya, masih saja mencuat. Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) menjelaskan terkait persoalan ini. 

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menjelaskan MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 3 pada Munas ke-7 MUI pada 2010 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Alat Kelamin. 

Baca Juga

Dalam fatwa tersebut, perubahan alat kelamin dari laki-laki ke perempuan maupun sebaliknya hukumnya haram, karena ini termasuk mengubah ciptaan Allah SWT.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, mengatakan pada dasarnya Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk secara fisik yang sempurna. Baik fisik sebagai jenis kelamin laki-laki atau kelamin perempuan.

Dia menerangkan, Allah telah menciptakan manusia dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan meskipun di antara itu terdapat yang tidak sempurna jenis kelaminnya. 

Dalam kajian fiqih hal itu dinamakan khuntsa, yaitu orang yang mempunyai alat kelamin ganda. Khuntsa ini terbagi menjadi dua yaitu khuntsa musykil dan khuntsa ghairu musykil. 

"Dua-duanya memiliki alat kelamin ganda, tetapi yang (khuntsa) ghairu musykil itu kecenderungan ke arah salah satu jenis kelamin lebih kuat. Misalnya air kencingnya keluar dari penis atau sebaliknya keluar dari vagina," kata Kiai Miftahul dilansir dari laman resmi MUI, Selasa (8/2/2022). 

Dia menjelaskan, sementara khuntsa musykil ini sangat sulit untuk diketahui apakah termasuk laki-laki atau perempuan. Khuntsa musykil biasanya bisa baru diketahui setelah dewasa atau baligh dengan muncul tanda secara fisik. Seperti perempuan yang ditandai dengan fisik pinggul yang besar atau payudara yang mengembang. Sementara laki-laki ditandai dengan bulu kumis dan lain-lain. 

Kiai Miftahul mengingatkan bahwa yang tidak dibenarkan yang mukhannats atau yang perilakunya berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Itu sangat dilaknat dalam agama Islam. Allah melaknat laki-laki yang berperilaku seperti perempuan dan sebaliknya. 

Dia menyampaikan, untuk penyempurnaan alat kelamin bagi yang mempunyai alat kelamin ganda atau khuntsa hukumnya diperbolehkan. 

"Ingat ya untuk menyempurnakan, bukan mengganti alat kelamin. Misalnya dia punya alat kelamin ganda, tapi dia kecenderungannya secara fisik lebih ke laki-laki disempurnakan menjadi laki-laki, atau sebaliknya (cenderung ke perempuan disempurnakan jadi perempuan) itu diperbolehkan," ujarnya. 

Menurut Kiai Miftahul, untuk kasus pergantian alat kelamin baik dengan operasi maupun penyuntikan hormon, hal itu tidak boleh dilakukan dan hukumnya haram karena mengubah ciptaan Allah SWT.

Dia menambahkan, banyak hukum fiqih terkait dengan khuntsa mulai dari menutup aurat, shaf sholatnya di mana, menjadi imam atau tidak bagi laki-laki atau perempuan. Kemudian, pernikahannya apakah dia statusnya laki-laki atau perempuan, pembagian waris, dan termasuk pengurusan jenazahnya ketika wafat. 

"Bagaimana memandikannya, mengkafaninya, mensholatinya, maka dikembalikan kepada status awal ketika dilahirkan. Itu kalau yang transgender yang mengubah alat kelaminya. Maka dikembalikan kepada asal penciptaanya, yaitu apakah dia laki-laki atau perempuan," jelasnya. 

Kiai Miftahul mengimbau kepada umat Islam untuk senantiasa mensyukuri ciptaan Allah SWT yang diberikan. Allah memiliki kuasa untuk menciptakan secara sempurna atau tidak sempurna. Bagi yang tidak sempurna seperti yang memiliki alat kelamin ganda, sudah banyak solusinya di literatur-literatur kajian fiqih. 

Dia mengingatkan bahwa dalam syariat agama Islam sangat melarang bagi umatnya untuk berperilaku menyalahi kodratnya. Contoh, misalnya yang berjenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku seperti perempuan maupun sebaliknya, hal itu sangat dilarang agama. 

"Dan sifat seperti itu adalah menyebabkan bisa jadi penyakit mental yang harus dijauhi dan bisa mendorong seseorang melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT seperti homoseksual baik itu lesbi maupun gay," ujar Kiai Miftahul.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement