Kamis 06 Jan 2022 19:45 WIB

Tarekat Sufi Bekal Pangeran Diponegoro Lawan Penjajah

Pangeran Dipenogoro dikenal kuat dalam menjalani tarekat tasawuf

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Pangeran Dipenogoro dikenal kuat dalam menjalani tarekat tasawuf. Pangeran Diponegoro.
Foto:

Peter Carey dalam Kuasa Ramalan (tiga jilid) menyebutkan, Pangeran Diponegoro sudah akrab dengan kalangan santri setidaknya sejak masih tinggal di Keraton. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pengasuhan oleh Ratu Ageng menimbulkan kesan mendalam di hati sang pangeran kecil. Di antara para ulama yang pernah mengajar di Tegalreja adalah Syekh al-Ansari, Kiai Ngusman Ali Basah, dan Haji Baradudin. 

Kiai Ngusman pernah memimpin Masjid Suronatan, tempat ibadah pribadi sultan Yogya. Adapun Haji Badarudin tercatat dua kali naik haji serta mempelajari bentuk pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah atas dukungan Keraton.

Sejak di Tegalreja pula, Pangeran Diponegoro mulai mengenal Tarekat Naqsyabandiyah atau Syatariah, yang pada akhirnya menjadi basis semangat perjuangannya melawan kolonialisme. 

Abdul Hadi WM dalam Cakrawala Budaya Islam menambahkan, Pangeran Diponegoro mulai menggemari pustaka sejak di Tegalreja. Kitab-kitab Jawa kuno semacam Mahabharata dan Ramayana telah dibacanya. 

Pangeran Diponegoro juga menelusuri teks-teks islami, seperti Tajus Salatinkarya Bukhari al-Jauhari, seorang sufi Aceh dari abad ke-17. Kitab itu mempersoalkan tentang sistem kekuasaan yang ideal menurut Islam. 

Guru besar Universitas Paramadina itu menjelaskan, Tajus Salatin menjadi rujukan sang pangeran, bahkan selalu dibawanya selama perang berlangsung. 

Selain itu, dia juga mempelajari antara lain at-Tuhfah karangan Ibn Hajar, Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, dan epos- epos kepahlawanan Islam. Di samping itu, tentunya dia mendaras kitab suci Alquran beserta tafsirnya. 

Ratu Ageng meninggal dunia pada 1803. Jasadnya dikebumikan di kompleks permakaman keraton, Imogiri. Betapa sedihnya Pangeran Diponegoro, yang saat itu berusia 18 tahun.

 

Peter Carey menjelaskan, dua tahun kemudian sang pangeran memutuskan untuk berkelana, keluar dari lingkungan istana. Dia hendak menjalani pengembaraan spiritual agar lepas dari kungkungan duniawi. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement