Jumat 31 Dec 2021 22:45 WIB

Pesan Imam Besar Masjid Istiqlal di Malam Pergantian Tahun

Umat Islam diimbau Imam Besar Masjid Istiqlal untuk bersyukur.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Pesan Imam Besar Masjid Istiqlal di Malam Pergantian Tahun. Foto: Nazaruddin Umar
Foto: Republika/Zaky
Pesan Imam Besar Masjid Istiqlal di Malam Pergantian Tahun. Foto: Nazaruddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, menyampaikan, pesan-pesan kepada segenap umat Islam di momen malam pergantian tahun.

Kiai Nasaruddin mengatakan, benar-benar pada malam ini wajib bersyukur kepada Allah SWT, karena doa ini dikabulkan, Insya Allah. Terbukti Allah telah memanjangkan usia ini sehingga sampai di penghujung tahun 2021.

Baca Juga

"Tentu doa kita selanjutnya adalah semoga Allah memanjangkan umur kita dengan kualitas amal kebajikan yang lebih baik lagi, dengan kesuksesan duniawi lebih baik lagi, bukan hanya diri kita tapi juga keluarga kita, anak kita, suami atau istri kita, bahkan kita jangan lupa doakan negeri kita sendiri supaya menjadi negeri yang baldatun toyyibatun warobbun ghofu," kata Kiai Nasaruddin saat memberikan tausiyah pada acara Dzikir Nasional 2021 bertema "Terus Membersamai Kebaikan" yang diselenggarakan Republika setiap malam pergantian tahun, Jumat (31/12).

Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengajak umat mensyukuri nikmat Allah pada malam pergantian tahun ini. Mari memanjatkan puji dan syukur kepada Allah, yang telah memberikan karunia yang luar biasa. Mari tengok tetangga di negeri seberang yang sedang menegalami krisis ekonomi yang sangat dahsyat, terutama akibat pandemi Covid-19.

Ia mengatakan, negeri ini juga memang menderita tetapi tidak separah negeri yang lainnya maka perlu disyukuri. Semoga Covid-19 dan apapun yang menjadi hambatan bagi negeri ini, keluarga dan pribadi ini, Insya Allah disingkirkan oleh Allah. Sehingga akan menjadi orang-orang yang terpilih oleh-Nya dan mampu menyelesaikan segala persoalan dengan bantuan Allah.

Kiai Nasaruddin menerangkan yang dimaksud dengan syukur. Syukur itu sebetulnya memuji tetapi dalam bahasa Indonesia memuji itu seolah-olah monoton hanya satu. Padahal di dalam bahasa Arab, pujian ada empat tingkatan.

"Ada orang mulutnya memuji tetapi hatinya busuk, memuji mulutnya tapi kebalikan apa yang ada di dalam hatinya. Ini tidak boleh kita lakukan itu namanya hipokrit itu namanya munafik," ujarnya.

Ia menyampaikan, yang kedua, mulutnya memuji dan batinnya ikut memuji. Itu yang namanya tahmid, alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah. Seseorang memuji dengan mulutnya dan memuji dengan batinnya, itu memuji lahir dan batin.

Kiai Nasaruddin menjelaskan, lebih tinggi dari itu ada yang disebut dengan syukur. Syukur itu bukan hanya untuk mengucapkan pujian dalam bentuk mulut, tetapi juga ada tindakannya. Bersyukur adalah berbagi nikmat kepada orang lain karena Allah telah memberikan nikmat kepadanya.

"Kalau hanya dinikmati sendiri dan tahmid. Tahmid itu bukan syukur, nanti bisa disebut syukur kalau kita berbagi kenikmatan terhadap orang lain, itu baru syukur," jelasnya.

Kiai Nasaruddin mengingatkan, masih ada di atasnya syukur itulah yang disebut As-Syakur. Syakur itu bukan hanya mensyukuri nikmat Allah, tetapi mensyukuri apa yang datang dari Allah. Termasuk mensyukuri penderitaan, musibah, dan penyakit karena mereka yakin bahwa apapun yang datang dari Allah Yang Maha Baik adalah pasti baik.

Ia menjelaskan, mungkin seseorang menganggap penyakit itu buruk, tapi mungkin menurut Allah Itu baik. Karena Rasulullah SAW bersabda, satu hari seseorang dilanda penyakit demam, Allah akan mengampuni dosanya selama satu tahun.

"Jadi hanya karena kita tidak paham apa hikmah di balik penyakit itu maka kita akan menjerit menjalani penyakit itu, seandainya Allah membuka apa hikmah di balik penderitaan, mungkin kita akan berdoa, ya Allah berikanlah aku penyakit baru," kata Kiai Nasaruddin.

Kiai Nasaruddin mengatakan, tanda-tanda Allah mencintai hamba-Nya, Dia akan menurunkan cobaan. Tanda-tanda Allah tidak mencintai hamba-Nya, Dia akan melakukan pembiaran terhadap hamba-Nya, sampai disebut istidraj. Istidraj itu rezekinya mengalir tapi lancar melakukan dosa dan maksiat, serta tidak pernah ditegur oleh Allah.

"Maka kalau ingin mengukur iman kita kuat atau lemah, semakin jauh jaraknya antara kenikmatan dan penderitaan maka semakin lemah iman kita, tapi semakin dekat jaraknya antara kenikmatan dan penderitaan maka semakin kuat iman kita," jelasnya.

Ia menyampaikan, umat bisa merasakan, lebih khusyuk mana, berdoa di zona nyaman atau sulit.  Berdoa di zona sulit saat ditimpa sakit, difitnah dan lain-lain, maka doa itu akan lebih khusyuk. Tanda-tanda jika Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya, Dia turunkan kondisi batin agar hamba itu khusyuk saat berdoa.

"Jadi kalau orang ditimpa musibah jangan dilihat negatifnya saja, tapi lihat itu satu kesempatan, itu tanda Allah akan mengabulkan doa, maka saat ditimpa musibah doakan orang lain, mungkin doa kita belum terkabul tapi saat mendoakan orang lain bisa efektif," ujarnya.

Kiai Nasaruddin mengatakan, doa yang dipanjatkan saat berada di zona sulit akan cepat sampai ke langit daripada doa yang dipanjatkan saat di zona nyaman. Justru kalau seseorang diuji dengan kemewahan, promosi jabatan dan rezekinya meningkat, harus khawatir jangan-jangan ini akan jadi hijab atau penghalang baru.

"Jangan-jangan dengan jabatan baru ini aku jadi berjarak dengan Tuhan-ku, bukankah puncak kenikmatan bagi pencari Tuhan ketika ia berdekatan rasa dengan Tuhannya," katanya.

Ia menegaskan, umat jangan takut penderitaan, penyakit dan musibah sebab dibalik musibah itu ada kenaikan kelas dan kematangan spiritual. Apakah seseorang mampu mendekatkan jarak respon antara diuji musibah dan diuji kemewahan. Artinya kalau orang diuji kemewahan ia mabuk di atas, sebaliknya kalau diuji penderitaan menjerit di bawah. Itu adalah orang yang hidupnya fluktuatif, itu bukan orang yang menempuh sirotol mustaqim.

"Sirotol mustaqim ialah kalau ditimpa musibah, ia bersabar, ini surat cinta dari Tuhan, dijawab dengan senyum. Kalau diuji kemewahan, jangan-jangan ini hijab baru buat aku yang bisa menjauhkan aku dengan Tuhan-ku, dia gak mabuk, itu orang yang penempuh sirotol mustaqim. Siapa yang bisa menempuh sirotol mustaqim pasti akan nikmat," jelasnya.

Kiai Nasaruddin mengajak, di malam pergantian tahun ini mari menambah kematangan spiritualitas, menambah kematangan psikologis, dan mari menambah amal kebajikan. Mari gunakan malam ini untuk banyak istigfar, semoga dosa masa lampau bisa dibersihkan oleh Allah.

"Semoga amal kebajikan kita yang kita lakukan di masa lampau diberikan pahala yang berlipat ganda, diberkahi oleh Allah. Malam ini kita gunakan untuk berdoa, semoga tahun baru kita mulai dengan berkah maka Insya Allah janji khusnul khotimah akan menanti kita semuanya," kata Kiai Nasaruddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement