REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan (KPPP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada hari Kamis tanggal 16 Desember 2021 menutup acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada Kamis (16/12). Rakornas tersebut digelar secara online dan offline sejak Rabu (15/12), di Golden Boutique Hotel Kemayoran Jakarta.
Rakornas KPPP MUI bertema "Konsolidasi dan Sinergisitas KPPP MUI Dalam Mencegah, Menangkal, Meluruskan Pemikiran serta Aliran Sesat demi Terwujudnya Wasatiyatul Islam Dalam Bingkai NKRI.
Dalam acara penutupan tersebut , Ketua KPPP MUI Assc Prof Drs H Firdaus Syam MA PhD, melaporkan bahwa Rakornas berjalan dengan lancar, dan dihadiri oleh seluruh narasumber yang telah ditentukan, serta dihadiri oleh perwakilan MUI wilayah secara daring.
Ia mengemukakan, Rakornas telah memunculkan sejumlah rekomendasi, di antaranya perlu memperkuat capasity building, yaitu jaringan komunikasi dari pusat ke bawah. Komunikasi yang baik dibutuhkan untuk menyosialisasikan produk-produk dari hasil Rakornas seperti kode etik penelitian, SOP penanganan aliran sesat, dan sejumlah hasil kajian yang telah dilakukan oleh KPPP MUI Pusat.
“Dalam menangani aliran dan pemikiran sesat KPPP merekomendasikan perlu ada langkah tepat dan tegas, yang berkaitan keberadaan lembaga-lembaga aliran sesat atau pemikiran sesat atau lembaga lain yg masih menjadi bahan kajian,” kata Firdaus Syam dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Acara Rakornas ditutup oleh Sekretaris Jenderal MUI, Dr H Amirsyah Tambunan MA. Dalam sambutannya ia menyatakan bahwa MUI memiliki peran strategis ulama sebagai himayatul ummah dan shodiqul hukumah. “Peran strategis ulama karena pertama, ulama sebagai pewaris nabi dan penjaga misi kenabian; kedua, ulama sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia; ketiga, peran ulama sangat penting bagi kemaslahatan umat dan bangsa; keempat, kiprah ulama di Indonesia direpresentasikan dalam sebuah organisasi atau wadah bernama MUI,” ujarnya.
Amirsyah menambahkan, peran MUI sebagai Khodimul Ummah, Himayatul Ummah dan Shodiqul Hukumah, diimplementasikan melalui ulama memberikan rekomendasi terkait fatwa yang meluruskan dan menyejukkan; meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antarumat beragama; memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam; ulama memberikan solusi ketika ada upaya memecah belah bangsa; menjadi penghubung antara ulama dan umara (pemerintah).