Rabu 08 Dec 2021 05:03 WIB

Muktamar Lampung: Mirip Cipasung dan Situbondo?

Nilai penting Muktamar NU menjelang saru abad NU

Pengelola menunjukkan batik Al-Qur
Foto:

Trend politisasi kian menguat ketika Rais Am PB NU KH. Ma’ruf Amin menjadi calon dan selanjutnya terpilih menjadi Wakil Presiden RI pada 2019. Dalam kesempatan itu akhirnya KH. Ma’ruf Amin mengundurkan diri dari jabatan Rais Am dan kemudian digantikan oleh KH. Mifathul Ahyar hingga kini. Salah satu indikasi lain dari politisasi di tubuh PB NU adalah diangkatnya sejumlah pengurus PB NU menjadi pejabat di Istana Negara, baik di kantor Wakil Presiden maupun di kantor Kepresidenan. Selain itu juga sejumlah pengurus PB NU diangkat menjadi komisaris di BUMN, termasuk Ketua Umum KH. Said Aqil Siradj menjadi Komisaris Utama PT KAI. 

Sementara itu tarik menarik pengaruh dan kekuatan antara Syuriah dan Tanfidziyah tampak menonjol dalam kontroversi pelaksanaan Muktamar NU Lampung 2021. Seperti yang beberapa pekan terakhir ini menjadi isu santer di media massa dan media sosial, terjadi pro-kontra antara Rais Am dan Katib Am Syuriah yang menghendaki pelaksanaan Muktamar NU di Lampung dipercepat dari jadual semula tanggal 23-25 Desember menjadi 17-20 Desember sedangkan Ketua Umum dan Sekjen PB NU menghendaki pelaksanaan Muktamar ditunda pada tahun 2022. 

Ikhtiar untuk ‘menjauhkan NU dari keterlibatan dalam politik praktis’ diangkat sebagai agenda utama oleh KH. Yahya Cholil Staquf, kandidat kuat ketua umum PB NU. Dalam sejumlah wawancara media ia mengungkapkan secara tajam dan terbuka: mereka yang hendak maju menjadi calon dalam pemilihan presiden pada 2024 sebaiknya tidak menjadi pengurus PB NU. “Saya tidak ingin ada capres dari NU pada Pilpres 2024,” ucapnya tegas. Baginya, pengalaman dan trajektori KH. Ma’ruf  Amin yang menjadi Wakil Presiden melalui jabatan Rais Am PB NU bukan merupakan ‘model’ yang perlu ditiru bagi masa depan NU. Meski ide ini tampak disambut hangat oleh pengurus PC dan PW NU dari berbagai daerah, namun tampaknya kurang disokong oleh ‘status quo’ PB NU saat ini. 

Sementara itu, dari sisi lain, Rais Am Syuriah KH. Miftachul Ahyar tampak mencoba menegakkan kembali supremasi Syuriah atas Tanfidziyah di PB NU dalam kontroversi mengenai ‘pemajuan atau pemunduran’ pelaksanaan Muktamar NU di Lampung mendatang. Karena rapat dengan pengurus tanfidziyah PB NU tidak mencapai kesepakatan da nada indikasi untuk diundur-undur, maka pada tanggal 26 November Rais Aim mengambil keputusan untuk mempercepat pelaksanaan Muktamar NU di Lampung pada 17 Desember mendatang. 

Kontroversi kian meruncing karena pada tanggal 7 Desember besok ada dua agenda terpisah: Ketua Umum dan Sekjen PB NU mengundang Rapat Pleno untuk memutuskan pelaksanaan Muktamar Lampung, sedangkan Rais Aam Syuriah PB NU mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) dengan mengundang Pengurus Wilayah (PW) NU untuk memutuskan hal yang sama. 

Apa yang akan terjadi besok? Entahlah. Semoga akhirnya kearifan yang akan membimbing organisasi ulama ini dalam mengambil keputusan dan langkah ke depan. Seperti kata penutup populer dalam sambutan para tokoh NU: 

wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq, sesungguhnya Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya… 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement