REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dakwah Islam di tanah Mandar, Sulawesi Barat pada abad ke-17 cukup pesat. Di antara pembaru Islam di wilayah ini adalah Imam Lapeo.
Dalam penelitiannya yang berjudul Imam Lapeo sebagai Pelopor Pembaharuan Islam di Mandar, Ruhiyat, mengungkapkan Imam Lapeo saat itu keluar masuk kerajaan untuk mengajarkan masyarakat tentang dasar-dasar agama Islam, seperti fikih, tauhid, dan tasawuf, serta menjauhkan masyarakat dair amalan-amalan yang bertentangan dengan ajaran syariat Islam.
Nama aslinya adalah KH Muhammad Thahir, namun masyarakat kemudian lebih mengenalnya sebagai Imam Lapeo. Ia adalah ulama besar yang tidak hanya hanya dihormati, tapi juga melegenda bagi masyarakat di Sulawesi Barat.
KH Muhammad Thahir dilahirkan pada 1838 di Pambusuang, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar.
Imam Lapeo lahir dan dibesarkan di tengah masyarakat yang bercirikan feodal dan hidup pada masa penjajahan. Kondisi itu menjadi tantangan tersendiri bagi Imam Lapeo, baik dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat biasa maupun sebagai penyebar agama Islam.
Tidak banyak literatur sejarah yang mengisahkan secara mendalam keikutsertaan Imam Lapeo dalam memerangi kolonialisme Belanda dan Jepang di Tanah Mandar. Kendati demikian, perannya di zaman kolonial terlihat dalam pendirian organisasi masyarakat.
Imam Lapeo merupakan salah satu inspirasi lahirnya organisasi gerakan masyarakat bernama Kebaktian Rahasia Islam (KRIS) Muda. Organisasi inilah yang menjadi wadah perjuangan sebagian besar tokoh di Sulawesi Barat prakemerdekaan.
Dalam KRIS Muda, Imam Lapeo berada pada posisi unsur ulama, unsur lain di luar unsur kepemudaan yang diisi sejumlah tokoh seperti RA Daud, AR Tamma, Yahyaddin Puang Lembang, serta unsur bangsawan/raja yang ditempati Andi Depu.
Karena itu, perjuangan Imam Lapeo sejatinya bisa disejajarkan dengan Andi Depu, peraih predikat Pahlawan Nasional asal Sulawesi Barat pada 2018.
Sayangnya, tak banyak juga yang menulis sepak terjang Imam Lapeo di KRIS Muda. Dalam Imam Lapeo Sebagai Pelopor Pembaharuan Islam di Mandar, Ruhiyat hanya menyatakan bahwa keterlibatan di KRIS Muda membuat Imam Lapeo menjadi motivator perjuangan rakyat Polewali Mandar guna mengusir para penjajah.
Motivasi tersebut sangat berhasil membuat penjajah merasakan tekanan-tekanan ataupun perlawanan yang dilancarkan oleh rakyat.
Tekanan yang semakin besar dari rakyat membuat Pemerintah Belanda semakin gerah. Hingga akhirnya belanda berusaha menghentikan dakwah yang dilakukan Imam Lapeo.
Imam Lapeo juga ikut menunjukkan sikap keras secara langsung terhadap penjajah.
Dalam Jejak Wali Nusantara: Kisah Kewalian Imam Lapeo di Masyarakat Mandar, Zuhriah menyebutkan bahwa Imam Lapeo menentang larangan Jepang kepada masyarakat Mandar untuk menyalakan api (lampu) di malam hari. Namun, cahaya tetap dibiarkan menyala di masjid Imam Lapeo pada malam hari.
Akibat pembangkangan Imam Lapeo tersebut, Dai Nippon mengutus penasehatnya Umar Faisal untuk menghukum Imam Lapeo. Namun, Imam Lapeo lolos dari hukuman karena alibinya mampu meluluhkan hati Umar Faisal. Imam Lapeo saat itu beralasan, lampu dibutuhkan untuk mendoakan semua umat manusia, termasuk tentara Jepang.
Dari peristiwa tersebut, Imam Lapeo akhirnya dikenal juga sebagai negosiator yang disegani. Bahkan, Jepang akhirnya membantu Imam Lapeo mendirikan menara di masjidnya yang masih kokoh berdiri hingga kini. Menara tersebut meniru model menara masjid di Istanbul, Turki.