REPUBLIKA.CO.ID,CAPE TOWN—Seorang profesor di Universitas Western Cape (UWC) meluncurkan buku baru keempatnya yang fokus membahas kesenjangan sejarah Muslim di Cape. Profesor Najma Moosa yang mengajar di Fakultas Hukum UWC, dalam buku barunya, menceritakan keberanian kegigihan dua wanita Muslim Indonesia saat mengajukan petisi ke Belanda 300 tahun lalu.
Profesor yang telah mengabdi selama lebih dari 30 tahun itu memberikan nama ‘The mystery of the apostasy of Shaykh Yusuf of Makassar’s alleged grandchildren: the children of the Rajah of Tambora’ (Misteri Kemurtadan Syekh Yusuf dari Dugaan Cucu Makassar: Anak-anak Rajah Tambora) sebagai judul bukunya.
Buku ini berfokus pada cerita pengasingan Syekh Yusuf Al-Makasari, yang merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia, dan Rajah Tambora Albubasi Sultan ke Cape, Afrika Selatan pada masa penjajahan Belanda di akhir 1600-an.
Dalam bukunya, Moosa menawarkan pandangan alternatif tentang alasan cucu Syeikh Yusuf pindah agama dan memeluk Kristen. Berbicara tentang bukunya, Moosa mengatakan bahwa dia menemukan subjek itu dengan cara yang aneh ketika dia diminta untuk mempresentasikan makalah ke jurnal internasional tentang kebebasan beragama di dunia selatan.
Dia mengatakan dia tidak dapat menemukan bukti konklusif yang dapat mendukung penelitiannya karena terbatasnya literasi yang menerangkan sejarah komunitas Muslim Cape, termasuk kebenaran tentang pernikahan Rajah Tambora dengan putri Syeikh Yusuf, Zytia Sara Marouff.
“Saya juga menyadari bahwa tidak banyak yang telah ditulis tentang sejarah komunitas Muslim Cape,” kata dia.
“Belanda tidak menyimpan catatan rinci tentang kehidupan orang buangan politik dan keluarga mereka. Karena itu saya memutuskan untuk menulis buku saya sendiri untuk mengisi apa yang saya temukan sebagai celah dalam sejarah Muslim Cape,” kata Moosa.
Profesor yang merupakan peneliti berperingkat National Research Foundation ini, dalam penelitiannya, menemukan bahwa anak-anak Rajah Tambora yang merupakan cucu-cucu Syeikh Yusuf harus memeluk Kristen dan mengganti nama setelah petisi Zytia agar mereka dikembalikan ke Indonesia ditolak oleh Belanda.
Zytia akhirnya mengganti namanya menjadi Care Sals, begitu juga anak-anaknya, Ibraim Adahan, lahir 1699, dibaptis pada 2 November 1721 dan berganti nama menjadi Abraham Addehan. Dia menikah dengan Helena Valentyn yang juga beragama Kristen.
Anak kedua Zytia, Sitina Asia dibaptis pada 22 Desember 1726 dan diberi nama Maria Dorothea Sultania. Dia menikah dengan Christiaan Carel van den Bosch. Sedangkan anak ketiga, Mochamat Aserk yang lahir pada 1711 dibaptis pada 7 April 1746 dan diberi nama Isaak Sultania. Isaak menikah dengan Amelia Carelse van de Kaap.
Mochamat Dayan, lahir 1713, dibaptis pada 18 Desember 1739 dan diberi nama David Sultania. Dia menikah dengan Maria Jordaan. Anak kelima,
Mochamat Asim lahir 1716, mengubah namanya menjadi Piet Retief, namun masih terdapat ketidakpastian informasi tentang nama baptisnya.
Dalam penelitiannya, Moosa menemukan adanya kerjasama antara istri Syekh Yusuf dan Zytia saat mengajukan petisinya kepada gubernur yang dicatat oleh Council of Policy, otoritas tertinggi Perusahaan Hindia Timur Belanda di Cape, dan resolusi yang didokumentasikan secara resmi ini memiliki bobot hukum yang besar.
“Ini lebih dari 300 tahun yang lalu. Wanita Cape Town dapat belajar banyak dari teladan mereka dalam membela hak-hak mereka sebagai wanita Muslim,” kata Moosa.
sumber: