Rabu 10 Nov 2021 11:59 WIB

Immawati Menafsir Zaman

Immawati adalah sebutan bagi kader perempuan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Immawati Menafsir Zaman - Suara Muhammadiyah
Immawati Menafsir Zaman - Suara Muhammadiyah

Judul               : Menafsir Gerakan IMMawati Berkemajuan: Ikhtisar Menggagas IMMawati Berkemajuan

Penulis             : Tati, M. Hasnan Nahar, Maulana Ayatullah, dkk

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : I, Agustus 2021

Tebal, ukuran  : xx + 136 hlm, 14 x 21 cm

ISBN               : 978-602-6268-89-1

Immawati merupakan sebutan bagi kader perempuan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Organisasi otonom ini eksis di berbagai perguruan tinggi sebagai wadah bagi mahasiswa. Gerakan kaum inteligensia semisal ini semestinya memang identik dengan dedikasi keilmuan dan pemihakan pada mustadl’afin. Kiprahnya melekat dengan nilai-nilai luhur dunia akademisi yang tidak berdiam diri di menara tinggi.

Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah 2012-2016, Norma Sari menyebut bahwa kelahiran sebuah buku sebagai budaya investasi jangka panjang yang harus terus dipupuk. Sebabnya, tradisi menulis lahir dari suatu proses tradisi membaca. Di perguruan tinggi, ada tradisi yang terus diwariskan: membaca, menulis, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat.

Kelahiran buku Menafsir Gerakan IMMawati Berkemajuan ini patut disambut gembira. Belum semua gerakan perempuan memiliki tafsir atau pemaknaan berkemajuan terhadap konsep perempuan. Tafsiran yang memposisikan perempuan sebagai manusia kelas dua masih beredar luas di masyarakat. Situasi ini mewakili pandangan yang menempatkan perempuan sebagai sumber keburukan, sehingga tidak diperkenankan untuk tampil dengan asas meritokrasi.

Tati menuliskan, “Realitas hari ini, posisi Immawati cenderung ditempatkan sebagai second fighter. Immawati hanya didorong untuk menampilkan ketrampilan berorganisasi yang sebisanya dengan mentalitas sekadarnya. Sementara Immawan ditempa sangat keras untuk menguasai diri sendiri dan lingkungan sekitar,” (hlm  xi-xii). Buku ini dapat menjadi tawaran pijakan bagi IMM dalam memandang perempuan dan memposisikan diri.

Pelibatan perempuan dalam organisasi dan aktivitas publik merupakan suatu langkah progresif. Spirit yang digelorakan Kiai Ahmad Dahlan bersama Siti Walidah untuk memberdayakan perempuan merupakan suatu lompatan besar. Jauh di masa jahiliyah, Hasnan Nahar menyebut ada banyak praktik perlakuan terhadap perempuan yang tidak manusiawi (hlm 43-44). Nilai-nilai Islam telah merubah situasi itu.

Dalam rangka revitalisasi peran gerakan Immawati, diperlukan suatu konsep diri positif, terkait dengan bagaimana cara berpikir dan menilai diri dan organisasi. Konsep diri positif menghilangkan sikap ingin menjatuhkan pihak lain atau organisasi lain. “Individu dengan konsep diri positif akan menetapkan tujuan atau goal setting secara realistis,” (hlm 34). Sebagai mahasiswa Islam, Immawati mengamalkan ajaran profetik Nabi untuk membebaskan dan mentransformasikan perempuan dan masyarakat luas.

Salah satu tantangan Immawati di era baru ini adalah kejahatan siber yang banyak menargetkan korban perempuan: prostitusi online, cat calling, body shaming, beauty shaming, cyber bulliying, (hlm 101). Oleh karena itu, “Menjadi Immawati tidak cukup hanya kuat dan tangguh, namun juga harus cerdas dan berkelas,” (hlm 30). Setidaknya, terdapat tiga kebutuhan dasar Immawati yang perlu diperhatikan di masa yang akan datang: kebutuhan existence, kebutuhan relatedness, dan kebutuhan growth (hlm 31). Wadah organisasi perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan para kadernya itu. (muhammad ridha basri)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement