REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas menyebut fatwa yang dikeluarkan MUI Sulawesi Selatan tentang haram memberi uang ke pengemis berdasarkan temuan yang signifikan. Kebanyakan pengemis di jalanan dieksploitasi oleh orang tertentu.
"Mereka meminta-minta dengan mengedepankan kesan miskin, bahkan sangat miskin. Misalnya, memakai pakaian yang kumuh dan tidak layak pakai, atau kaki dan tangannya sakit di perban serta ada bercak darahnya, bahkan ada yang mengesankan dirinya lumpuh," ujarnya dalam pesan teks yang diterima Republika, Selasa (2/11).
Tak jarang, perbuatan mengemis yang dilakukan di jalanan tersebut dilakukan secara terorganisir. Bahkan mereka memiliki pimpinan atau bos, sehingga uang yang didapat dari hasil mengemis diserahkan kepada sang bos lalu yang bersangkutan mendapat bagi hasil.
Terkait fatwa haram yang dikeluarkan MUI Sulsel, Buya Anwar Abbas menilai ditujukan pada perilaku mengemis yang terorganisir ini. Tindakan itu jelas perbuatan yang tidak terpuji, karena mereka mencari uang dengan cara menipu atau mengelabui orang.
Perbuatan menipu dan mengelabui orang tersebut jelas merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan terlarang dalam agama. Hukumnya sudah jelas adalah haram.
"Tapi kalau ada orang yang memang benar-benar miskin, di mana dia tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya meski tidak meminta-minta, ini boleh diberikan bantuan," lanjutnya.
Membantu orang yang keadaannya seperti disebutkan di atas tentu hukumnya adalah wajib. Nabi Muhammad SAW bahkan menyatakan, "Tidaklah beriman salah seorang kamu kalau perut kamu kenyang sementara tetanggamu kelaparan".
Orang yang termasuk dalam kategori miskin dalam Alquran dimasukkan ke dalam kategori orang yang berhak menerima zakat, atau orang yang secara syar'iyan berhak untuk dibantu. Kita dianjurkan untuk membantu karena mereka juga manusia yang berhak hidup sejahtera, minimal mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga bisa hidup sehat, layak dan bersemangat.
Adapun terkait temuan MUI Sulsel, Buya Anwa menyebut orang yang menjadikan pengemis sebagai profesi bahkan diorganisir harus diberantas. Fatwa haram dikeluarkan sebagai salah satu cara untuk mendidik, serta merubah sikap dan mentalitas yang tidak baik agar menjadi baik.
"Sehubungan dengan keluarnya fatwa tersebut, kita mengharapkan pemerintah daerah juga bisa merespon fatwa ini dengan baik, dengan memberikan pendidikan atau edukasi sesuai dengan isi dari Pasal 27 ayat 2 UUD 1945," ujar dia.
Semangat yang ada dibalik keluarnya fatwa haram itu adalah bagaimana cara agar bisa mengentaskan kemiskinan. Secara agama, tigas itu terpikul dipundak setiap individu yang menyatakan dirinya muslim, terutama mereka yang mampu.
Secara konstitusional, tugas untuk mengentaskan kemiskinan ada di pundak negara. Sehingga, diharapkan dari kehadiran individu, masyarakat dan negara untuk membantu, mereka tidak lagi perlu minta-minta atau mengemis di jalanan.
Terakhir, Buya Anwar menyebut inti dari fatwa ini adalah bagaimana mencetak anak-anak bangsa yang tidak malas tapi mau bekerja mencari nafkah dengan cara yang terhormat, serta tidak dengan cara meminta-minta dijalanan yang itu jelas akan sangat menjatuhkan harkat dan martabat mereka.
"Untuk itu kerjasama antara pemerintah, individu dan masyarakat jelas sangat diperlukan agar tugas suci menciptakan kehidupan yang bermartabat di kalangan rakyat bisa kita tegakkan," ujarnya.
Sebelumnya, MUI Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan memberikan uang kepada pengemis di jalanan. MUI mengungkapkan para pengemis di jalanan merupakan hasil eksploitasi dari orang tertentu.
"Fatwa ini haram memberi peminta-peminta di jalanan atau ruang publik," ujar Sekretaris Umum MUI Sulsel Muammar Bakry.
Fatwa yang mengharamkan memberi uang ke pengemis di jalanan itu tertuang dalam fatwa MUI Sulsel Nomor 01 Tahun 2021 Tentang Eksploitasi dan Kegiatan Mengemis di Jalanan hingga Ruang Publik. Fatwa ini dirilis pada Sabtu (30/10) lalu.